Ratusan Massa KOMMARI Geruduk Kejati Riau, Tuntut Hentikan Aktivitas Satgas PKH dan Pertanyakan Pengukuhan Kawasan TNTN

Kamis, 20 November 2025 - 16:29:45 WIB

ratusan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau (KOMMARI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau yang berada di Jalan Jendral Sudirman, sejak pukul 08.30 WIB, Kamis (20/11/2025).

 

Laporan : Rizki Kurniawan 
Pekanbaru


      TAMPAK ratusan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau (KOMMARI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau  yang berada di Jalan Jendral Sudirman, sejak pukul 08.30 WIB, Kamis (20/11/2025).

Aksi ini menjadi bentuk protes keras atas polemik tata kelola hutan dan lahan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), yang disebut semakin meresahkan masyarakat. Suasana pagi seakan ikut bergemuruh bersama suara massa yang membawa belasan bendera Merah Putih seolah Sang Saka turut mengepalkan tangan dalam menyuarakan keadilan.

Dalam aksinya, masyarakat menuntut penghentian seluruh aktivitas Satgas Penataan Kawasan Hutan (PKH) serta meminta kejelasan dasar pengukuhan kawasan TNTN. Selain itu, mereka juga menolak relokasi warga yang selama ini diklaim tinggal di wilayah taman nasional.

Spanduk-spanduk yang terbentang di depan kantor Kejati Riau terlihat “berbicara lantang”, memuat tiga tuntutan utama yang diajukan Forum Masyarakat Korban Tata Kelola Hutan Pertanahan.

Tuntutan tersebut meliputi penolakan relokasi warga di sekitar TNTN, desakan agar Satgas PKH menunjukkan bukti resmi pengukuhan kawasan hutan sesuai UU No. 41/1999 serta PP No. 44/2004, dan permintaan agar pemerintah melegalkan lahan serta perkebunan yang telah digarap masyarakat sejak lama.


Pada kesempatan itu, KOMMARI juga menyampaikan tuntutan yang ditujukan langsung kepada pemerintah pusat. Mereka meminta Presiden RI menghentikan aktivitas Satgas PKH, PT Agrinas, serta seluruh kerja sama operasionalnya di Riau. Massa menegaskan pentingnya pelibatan pemangku adat dalam proses pengukuhan kawasan hutan dan penghormatan terhadap lahan ulayat adat dalam pengelolaan hutan, perkebunan kelapa sawit, maupun HTI.

Isu penyitaan kebun masyarakat yang kemudian dialihkan pengelolaannya kepada PT Agrinas Palma Nusantara menjadi salah satu pemantik kemarahan warga. Kebun-kebun yang sebelumnya menjadi sumber penghidupan masyarakat kini “seakan direnggut paksa dari tangan yang merawatnya”.

Dalam orasi, Sekjen KOMMARI Abdul Aziz menegaskan bahwa Satgas PKH wajib membuka seluruh proses pengukuhan kawasan hutan di Riau, mulai dari SK 173 Tahun 1986 hingga SK 903 Tahun 2016. Bukti-bukti tersebut dinilai penting untuk memastikan legalitas langkah pemerintah di lapangan.

“Sepanjang bukti-bukti tersebut tidak dapat ditunjukkan, maka seluruh aktivitas Satgas PKH maupun PT Agrinas Palma Nusantara beserta KSO-nya harus dihentikan,” tegasnya  dalam orasi.

Mereka juga mendesak PT Agrinas Palma Nusantara membuka data luas lahan sitaan yang dikuasai, lahan yang di-KSO-kan, serta laporan pendapatan dari kebun hasil sitaan. Menurut massa, transparansi adalah keharusan agar publik mengetahui ke mana hasil kebun tersebut mengalir.

Selain itu, massa meminta pemerintah pusat segera mengeksekusi Putusan MK 35 Tahun 2012 mengenai tanah ulayat masyarakat adat di Riau. Penataan batas tanah adat, tegas mereka, harus dilakukan secara transparan dan melibatkan masyarakat adat secara langsung.

“Mendesak Pemerintah Pusat untuk menarik dan tidak lagi melibatkan aparat bersenjata dalam menghadapi persoalan lahan yang berkaitan dengan masyarakat,” terangnya.

Aksi unjuk rasa ini digelar bersamaan dengan rencana demonstrasi besar di dua titik, yakni Kejati Riau dan DPRD Riau. Hingga siang hari, gelombang massa terus berdatangan, seakan jalanan turut menyuarakan kegelisahan panjang masyarakat yang merasa haknya terpinggirkan.***