Jenderal dan Red Notice Djoko Tjandra Seharga Rp7 Miliar
Irjen Napoleon.
JAKARTA--(KIBLATRIAU.COM)-- Sedikit demi sedikit lolosnya buronan kelas kakap Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia terkuak. Kasus ini menjadi sorotan karena menyeret jaksa muda di Kejaksaan Agung dan jenderal bintang dua di Mabes Polri. Tidak main-main. Uang yang mengalir ke jaksa dan jenderal korup mencapai miliaran rupiah. Setelah terungkap pada sidang perdana dakwaan Jaksa Pinangki menerima USD 500.000, kini terbongkar pundi-pundi rupiah yang mengalir ke jenderal di Mabes Polri dari Djoko Tjandra.
Irjen Napoleon Bonaparte, yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Hubinter Polri ditawari Rp 3 miliar agar nama Djoko Tjandra expired dari daftar buronan di red notice. Namun, ia meminta Rp 7 miliar. Bukan tanpa sebab, Divisi Hubungan Internasional Polri terkoneksi dengan system di Lyon Prancis.Pada sidang ini, Tim hukum Bareskrim Polri mengatakan bahwa Napoleon yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Hubinter Polri telah menyetujui kesepakatan senilai Rp7 miliar untuk membuat red notice Djoko Tjandra expired, pada 13 April 2020.
Mereka melanjutkan, kesepakatan itu terjadi antara Napoleon Bonaparte dan Tommy Sumardi yang juga berstatus tersangka gratifikasi dalam penghapusan red notice Djoko Tjandra. Fakta tersebut diketahui usai polisi melakukan penyelidikan.
Perlu diketahui dalam kesepakatan itu, nilai uang yang ditawarkan pada awalnya Rp 3 miliar. Namun, angka tersebut batal sehingga kesepakatan bertemu di angka Rp7 miliar.''Fakta perbuatan Pemohon adalah setelah adanya pertemuan kesepakatan tentang nilai sejumlah yang awalnya Rp3 Miliar yang akhirnya nilai tersebut disepakati sebesar Rp7 miliar," jawab tim hukum Bareskrim Polri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/9/2020). Sebelumnya, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono sempat menjelaskan, Polri tidak bisa menghapus nama seorang buronan dalam red notice. Namun, Polri bisa mengeluarkan rekomendasi.''Jadi polisi bukan menghapus, bukan. Enggak bisa. Yang menghapus Interpol di Lyon, Prancis," jelas Argo, Rabu (22/7) lalu.
Polri merujuk Pasal nomor 51 dan 68 yang tertuang dalam 'Interpol's Rules on The Processing of Data'. Argo menjelaskan, pada artikel nomor 51, tertulis penghapusan data oleh sistem. Selanjutnya, artikel nomor 68 tertulis file atau red notice memiliki waktu lima tahun. Itulah yang menyebabkan red notice Djoko Tjandra terhapus secara otomatis pada 2014. Karena sudah melewati batas waktu sejak diajukan Kejagung pada 2009. Praktik culas digunakan Irjen Napoleon dalam pengiriman surat rekomendasi red notice Djoko Tjandra.(Net/Hen)
Tulis Komentar