Pakar Hukum Nilai Pembuatan UU Cipta Kerja Terburu-buru
Bivitri Susanti.
JAKARTA--(KIBLATRIAU.COM)-- Ahli Hukum, Bivitri Susanti menilai pembuatan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terlalu terburu-buru. Menurutnya, butuh waktu lama untuk membuat metode Omnibus dikarenakan banyak pemangku kepentingan lain yang harus didengar selain buruh.''Bagi pembuat undang-undang sebenarnya butuh waktu lama untuk membuat metode Omnibus karena pemangku kepentingannya banyak,'' ungkapnya dalam diskusi Transparency International Indonesia, Kamis (15/10/2020). Bivitri mengingatkan, bahwa pemangku kepentingan dalam UU Cipta Kerja bukan cuma serikat buruh. Sebab, UU ini berbicara 78 undang-undang lainnya yang juga punya pemangku kepentingan masing-masing.''Jadi nelayan, masyarakat adat, bahkan dua hari lalu saya juga bilang notaris juga tidak dilibatkan. Padahal ada pembentukan PT yang sekarang berubah konsepsinya jadi begitu banyak stake holdernya jangan dikecilkan menjadi cuma satu yaitu serikat buruh,'' tuturnya.
Sehingga, kata dia, idealnya penyusunan Omnibus Law butuh waktu lama. Banyak yang harus didengar dan konsultasi dengan pemangku kepentingan. Sebab, bila perumus UU hanya di balik meja dan tidak bicara dengan pihak yang terkena dampak akan luput melihat potensi risiko yang ditimbulkan. ''UU Ciptaker ini bicara soal pengelolaan wilayah pesisir misalnya, apa dampaknya untuk mereka, soal tadi bang Faisal (Ekonom Faisal Basri) sempat sebut soal ekspor lobster, apa dampaknya bagi nelayan itu kan perlu digali,'' terangnya.''Kita fokusnya pada ketenagakerjaan terus, dengan itu seakan akan kemudian politisi bilang, oh kami sudah partisipatif salah sendiri kalau serikat buruhnya tidak mau datang. Jadi seperti itu ada arogansi juga,'' tutur pengajar sekolah tinggi hukum Indonesia jentera itu.(Net/Hen)
Tulis Komentar