Terkait Revisi UU yang Melemahkan KPK

Nasib KPK di Ujung Tanduk?

Gedung KPK

JAKARTA--(KIBLATRIAU.COM)-- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menegaskan lembaga yang dipimpinnya sedang berada di ujung tanduk. Terancam dari sejumlah pihak untuk melemahkan KPK. "Kami harus menyampaikan kepada publik bahwa saat ini KPK berada di ujung tanduk, sedang di ujung tanduk," ujar Agus, Kamis (5/9) lalu. Hal ini terkait revisi UU KPK oleh DPR di mana poin-poinnya dapat melemahkan KPK dan juga kontroversi terpilihnya pimpinan KPK terbaru yang dinilai bermasalah. Benarkan nasib KPK di ujung? Ini ulasannya.

DPR telah menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan setidaknya terdapat sembilan poin dalam draf RUU KPK usulan DPR yang berisiko melumpuhkan kerja KPK.Sembilan poin itu, yakni terancamnya independensi KPK, dibatasinya penyadapan, pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR, dibatasinya sumber Penyelidik dan Penyidik, penuntutan perkara korupsi yang harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Poin lainnya yang dinilai akan melumpuhkan kerja KPK adalah tidak adanya kriteria perhatian publik sebagai perkara yang dapat ditangani KPK, dipangkasnya kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan serta dihilangkannya kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan."Kemudian, kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas," kata Agus. Tak hanya lewat capim bermasalah dan revisi UU KPK, upaya pelumpuhan Lembaga Antikorupsi juga dilancarkan melalui RUU KUHP. Agus mengatakan, saat ini, DPR tengah menggodok RUU KUHP yang akan mencabut sifat khusus dari Tindak Pidana Korupsi. "Sehingga keberadaan KPK terancam," ungkap Agus.


Selanjutnya terkait kontroversi pimpinan KPK yang baru saja dipilih oleh DPR. Pimpinan terpilih terdiri dari Kelima pimpinan tersebut yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango dan Lili Pintauli Siregar. Sementara itu, DPR menunjuk Firli Bahuri sebagai Ketua KPK karena memiliki suara terbanyak dengan 56 suara. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai terpilihnya lima pimpinan KPK baru sesuai 'selera politik' di Komisi III DPR. Artinya mengabaikan berbagai catatan negatif terkait beberapa calon pimpinan tertentu.

"Dengan kondisi seperti hari ini, pemberantasan korupsi di Indonesia kian menjauh dari harapan awalnya, yakni menciptakan pemerintahan yang sepenuhnya bersih dan bebas dari KKN," kata Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo saat dihubungi merdeka.com, Jumat (13/9). Adnan mengatakan, ada tiga isu besar jika melihat pada komposisi lima pimpinan KPK terpilih. Pertama terkait rekam jejak buruk di masa lalu. "Salah seorang figur yang dipilih oleh DPR merupakan pelanggar kode etik, hal ini diambil berdasarkan konferensi pers KPK beberapa waktu lalu. Tak hanya itu, bahkan KPK telah membeberkan terkait pertemuan yang bersangkutan dengan salah seorang tokoh politik," jelasnya.

Selain itu, ada juga pimpinan terpilih yang tidak patuh dalam pelaporan LHKPN di KPK. Padahal ini merupakan mandat UU Nomor 28 Tahun 1999 dan Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2016. "Akan tetapi persoalan ini terlewat begitu saja pada setiap tahapan seleksi," ujarnya.Banyak pihak yang kecewa atas terpilihnya lima pimpinan KPK periode 2019-2023 oleh DPR. Sebagai bentuk kekecewaan, pimpinan KPK satu persatu mengundurkan diri. Seperti, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan mengundurkan diri. Hal itu sesuai dengan pesan Saut untuk internal KPK yang beredar di kalangan wartawan. "Saudara saudara yang terkasih dalam nama Tuhan yang mengasihi kita semua, izinkan saya bersama ini menyampaikan beberapa hal sehubungan dengan pengunduran diri saya sebagai Pimpinan KPK terhitung mulai Senin 16 September 2019 (masih ada dua kegiatan lagi di Yogya Sabtu Minggu14/15 Sept 2019 - Jelajah Dongeng anti korupsi )," kata Saut mengawali tulisan dalam pesan kepada internal itu, Jumat (13/9).

Salah satu sumber di KPK saat dikonfirmasi oleh merdeka.com membenarkan ihwal pesan dari Saut yang dikirim lewat email itu. "Benar, ada ucapannya di email," katanya. Saut merupakan salah satu pimpinan yang protes dengan capim KPK Firli Bahuri. Firli diduga bermasalah karena melanggar etik. Namun, Komisi III memilih Firli bahkan menjadi ketua KPK.Selanjutnya ada Penasihat KPK Tsani Annafari langsung mundur dari jabatannya, setelah DPR memilih pimpinan KPK. Tsani menyebut, pengunduran diri itu awalnya sudah disampaikan secara langsung kepada Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. "Iya. Insyaallah saya mundur sesuai janji saya. Draf surat pengunduran diri sudah saya buat sejak kemarin siang," tutur Tsani saat dikonfirmasi, Jumat (13/9).(Net/Hen)


Berita Lainnya...

Tulis Komentar