Pengesahan RUU KUHP Ditolak 

Demo RUU KUHP dan Sejarah Gerakan Mahasiswa Indonesia Tahun 66 Hingga 98

Bentrokan Polisi dan Mahasiswa di DPR 

JAKARTA--(KIBLATRIAU.COM)-- Rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) oleh DPR dan Pemerintah menuai gelombang demonstrasi dari mahasiswa. Tak cuma di Jakarta, demonstrasi juga masif dilakukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sejak Senin (23/9) hingga Selasa (24/9), ribuan mahasiswa turun ke jalan. Isu mereka solid batalkan pengesahan RUU KUHP, UU KUHP, RUU Pemasyarakatan dan RUU Pertanahan. Mereka menilai RUU tersebut menciderai demokrasi. Di Jakarta, ribuan mahasiswa tumpah ruah di depan Gedung DPR. Mereka sempat membobol gerbang DPR. Mereka sempat bentrok dengan polisi dan dibubarkan secara paksa. Jika dilihat dari sejarahnya, pergerakan mahasiswa di Indonesia cukup panjang. Berikut ulasannya sejak era 1966 hingga 1998:

Gerakan Mahasiswa Tahun 1966

Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru dan menggulingkan rezim Orde Lama. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66.

Saat itu, mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi mahasiswa yakni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI).

Saat itu, mahasiswa yang tergabung dalam KAMI memiliki tujuan melawan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan kemudian menggulingkan Presiden Soekarno serta mendirikan orde baru dan mendorong Jenderal Soeharto menjadi Presiden. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu antara lain Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya berasal dari PMKRI, Akbar Tandjung dari HMI.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1974

Selanjutnya gerakan mahasiswa tahun 1974. Kala itu mahasiswa melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktik kekuasaan rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorong munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan.

Kemudian muncul gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut. Protes terus berlanjut, tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun 1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi. Kemudian puncaknya, aksi demonstrasi memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 1974.

Akibat demonstrasi terus menerus yang disertai kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan, Jakarta berasap. Soeharto memberhentikan Soemitro sebagai Panglima Kopkamtib, langsung mengambil alih jabatan itu. Jabatan Asisten Pribadi Presiden dibubarkan. Kepala Bakin, Sutopo Juwono digantikan oleh Yoga Soegomo.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1998

Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat pro-demokrasi pada akhir dasawarsa 1990-an. Gerakan ini menjadi monumental karena dianggap berhasil memaksa Soeharto berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998, setelah 32 tahun menjadi Presiden Republik Indonesia sejak dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tanggal 11 Maret 1966 hingga tahun 1998. Gerakan ini mendapatkan momentumnya saat terjadinya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997. Namun para analis asing kerap menyoroti percepatan gerakan pro-demokrasi pasca Peristiwa 27 Juli 1996 yang terjadi 27 Juli 1996. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang.

Kala itu mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Namun, gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga mencuatkan tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang Pahlawan Reformasi. Pasca Soeharto mundur, nyatanya masih terjadi kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa, yang antara lain mengakibatkan tragedi Semanggi yang berlangsung hingga dua kali.(Net/Hen)
 


Berita Lainnya...

Tulis Komentar