Iuran BPJS Naik 

Pemerintah Tak Peka dengan Kondisi Rakyat

Presiden Jokowi

JAKARTA--(KIBLATRIAU.COM-- Di tengah pandemi Covid-19, pemerintah membuat kebijakan yang mengejutkan publik dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan kelas I, II dan kelas III pada 2021. Beleid ini berlaku mulai 1 Juli 2020 sesuai isi Peraturan Presiden (Perpres) nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas PerpresNomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Padahal, ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah membatalkan kenaikan iuran yang dibuat pemerintah pada tahun 2019. Putusan itu keluar pada 31 Maret 2020. MA mengabulkan judicial review Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang diajukanKomunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI). MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.

Dalam Pasal 34 Perpres itu, iuran BPJS Kesehatan kelas I sebesar Rp150.000 per orang per bulan dibayar oleh peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta BP. Sementara iuran BPJS Kesehatan kelas II sebesar Rp100.000 per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta BP.Sedangkan, iuran untuk kelas III untuk tahun ini sebesar Rp25.500 per orang per bulan dibayar oleh peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta BP. Sementara untuk tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp35.000.Praktis keputusan tersebut membuat pemerintah dihujani kritik banyak pihak. Salah satu yang menjerit adalah pesertamandiri yang didominasi kelompok masyarakat pekerja informal dan golongan kelas menengah ke bawah. Mereka jadi kelompok yang sangat terdampak ekonominya akibat Covid-19.

Achmad, pegawai swasta (51), contoh rakyat yang menjerit mendengar keputusan Jokowi itu. Dia sedih bercampur kecewa mendengar keputusan itu. Di tengah hidup yang makin sulit akibat pandemi Corona, iuran BPJS pun dipaksa naik oleh pemerintah Jokowi-Ma’ruf.''Ini jadinya saya nanya dasarnya pemerintah kenapa si, maksa naikin BPJS, karena rugi ya. Ya, kalo rugi mah pasti menurut saya, soalnya ada bayaran iuran gini. Pemerintah pasti bilangnya rugi terus dah, soalnyadasarnya mau cari untung kali," tuturnya.

"Sekarang coba lihat listrik bilangnya rugi, bensin rugi, transportasi rugi, makanya saya penasaran dasarnya pemerintah apa, kalau nyari untung ya pantes. Mendingan kaya biaya sekolah gratis saja, enggak pernah teriak rugi," sambungnya.Kekecewaan juga diungkapkan Octa (31). Dia mengatakan, keputusan kenaikan BPJS Kesehatan yang dilakukan pemerintah pada awal Tahun 2021, sudah jadi nasib bagi rakyat kecil.Dia yang juga Ibu rumah tangga dan penjual online shop merasa keberatan jika harus membayar iuran BPJS Kesehatan dengan harga yang hampir dua kali lipat dari harga normal.

"Tanggungan masih juga banyak, apalagi corona kaya gini ekonomi susah, dapet info yang kaya gini ya makin susah saja kita," katanya.Sementara itu, Risnawati ikut kecewa. Kondisi sedang sulit, pemerintah malah memberikan kabar buruk."Lagi pada susah, dapet kabar BPJS naik. Harus pemerintah paham dong kondisi kaya gini enggak perlu," tutur Risna.Dia yang turut menanggung biaya kelas II orang tuanya merasa keberatan jika harus naik. Dia pun mengatakan ingin pindah kelasII ke kelas III agar beban biayanya tidak melonjak tinggi dan menyesuaikan kemampuan.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, keputusan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II tanda pemerintah tidak peka dengan kondisi rakyat di tengah pandemi Virus Corona."Pemerintah tidak memiliki kepekaan sosial terhadap rakyat peserta mandiri. Di tengah pandemi dan resesi ekonomi saat ini Putusan MA hanya berlaku 3 bulan yaitu April, Mei dan Juni 2020, setalah itu peserta kelas 1 naik lagi jadi Rp150.000 per orang per bulan dankelas 2 menjadi Rp100.000," ujar Timboel kepada merdeka.com. Dia mengatakan, peserta mandiri adalah kelompok masyarakat pekerja informal yang sangat terdampak ekonominya oleh Covid-19 tetapi Pemerintah dengan sepihak menaikkan lagi iuran kelas 1 dan 2 yang tidak berbeda jauh dengan iuran sebelumnya yang mengacu pada
Perpres 75.

"Ada hal lain yang memberatkan peserta, salah satunya adalah denda naik menjadi 5 persen di 2021, yang awalnya 2,5 persen," paparnya.Dia menambahkan,pemerintah sudah kehabisan akal dan nalar sehingga dengan seenaknya menaikkan iuran tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat. Padahal di pasal 38 pada Pepres baru tersebut menyatakan kenaikan iuran harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat.(Net/Hen)
 


Berita Lainnya...

Tulis Komentar