Terkait Kasus 'makelar' Perekrutan CPNS dan Honore

Dilaporkan Balik, Kuasa Hukum Bupati Meranti Sebut Hanya Karangan Belaka

Bonny Nofriza SH.MH

SELATPANJANG--(KIBLATRIAU.COM)-- Bupati Kepulauan Meranti, Drs H Irwan MSi langsung merespon dan menanggapi terkait pelaporan balik terhadap dirinya dalam kasus 'makelar' perekrutan CPNS dan Honorer K3 yang menyebutkan bahwa adanya dugaan gratifikasi. Bupati Meranti melalui kuasa hukumnya,  Bonny Nofriza SH.MH mengatakan, jika ia tidak terlibat sama sekali dalam kasus ini.''Berdasarkan surat Kuasa Khusus No.23/SKK-BN/IX/2020 tanggal 03 September 2020. 
Dalam hal ini bertindak atas nama bupati, saya memberikan jawaban terkait klarifikasi masalah kasus Makelar CPNS yang mana Bupati Kepulauan Meranti dilaporkan balik ke polisi dengan dugaan gratifikasi. Dapat saya jelaskan bahwa bupati sama sekali tidak terlibat masalah hukum yang pernah dilaporkan sebelumnya,'' terang Bonny Nofriza SH MH Kamis (3/9/2020) malam.Dikatakan Bonny, dalam keterangan yang disampaikan kuasa hukum terlapor banyak ditemui kejanggalan dan kesalahan dalam hal penyebutan istilah hukum.

''Adapun keterangan yang disampaikan kuasa hukum dari terlapor dalam hal ini banyak terjadi kesalahan dan kejanggalan. Dimana dalam hal penyebutan whistleblower yang disampaikan saudara kuasa hukum itu adalah tidak sesuai penempatannya dengan kasus ini,'' ujar Bonny.  Dijelaskan Bonny, istilah whistleblower itu sesuai dengan surat edaran mahkamah agung nomor 4 tahun 2011 adalah orang yang sama sekali tidak terlibat atau bukan dari bagian pelaku tindak pidana tertentu,sementara yang bersangkutan itu diduga adalah sebagai pelaku berdasarkan seluruh keterangan yang disampaikan dalam pemberitaan oleh Kuasa Hukum nya.


''Selain itu, kuasa hukumnya juga menyebutkan yang bersangkutan bisa dijadikan justice kolaborator. Padahal istilah tersebut diperuntukkan sebagai salah satu pelaku kejahatan yang mengetahui akan kejahatannya dan membuka cerita orang-orang yang terlibat dalam kejahatan tersebut.  Artinya jika itu disatukan, maka keterangannya akan saling bertentangan sehingga seorang whistleblower tidak bisa dijadikan justice kolaborator begitu juga sebaliknya,'' sebut Bonny. Terkaitketerangan dan kronologi yang disampaikan oleh kuasa hukum terlapor kepada pihak kepolisian maupun yang dimuat dalam pemberitaan, Bonny membantah bahwa hal tersebut sama sekali tidak benar.


''Cerita yang dibuat hanya bersifat karangan belaka, pemutar balikkan fakta, kita orang hukum harus mengerti sesuai fakta dan bukti begitu juga dengan data. Kalau berdasarkan fakta dan data itu sudah kita sampaikan ke pihak kepolisian sebelumnya. Terkait masalah saksi dan korban juga sudah diperiksa, maka seyogyanya secara hukum kita berharap pihak kepolisian agar cepat melakukan tindakan lebih lanjut terhadap kasus ini," harap Bonny.  Bonny juga meminta kasus
yang dilaporkan oleh kliennya itu segera ditindaklanjuti sampai ke persidangan, agar masalah dalam kasus ini terungkap dengan sebenarnya dan terang benderang.

''Maka dengan ini kami sebagai kuasa hukum Bupati Kepulauan Meranti meminta kepada Polres agar segera mungkin menindaklanjuti proses hukum yang telah dilaporkan sebelumnya sampai ke pengadilan dan mendapatkan kepastian hukum. Sehingga kasus ini terang benderang, dengan demikian ketika proses hukum inidijalankan dengan semestinya akan segera mungkin mendapatkan kepastian hukum sehingga tidak terjadi simpang siur dan secara logika hukum, kalau kita salah tak
mungkin kita ingin kasus ini segera di proses secara hukum dan dituntaskan dan tentunya  menghambat,'' terang Bonny. Selain itu dikatakan Bonny, seluruh laporan yang disampaikan penuh dengan opini dan tidak bisa dilengkapi dengan bukti.

''Fakta-fakta yang ada harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, bukan berdasarkan opini. Karena siapapun orang bisa membangun opini di tengah masayarakat, tetapi ini opini yang tidak sesuai dengan fakta dan bukti, dan ingat setiap opini yang tidak benar ada pertanggungjawabannya. Selain itu yang bersangkutan juga menyebutkan dan menyatakan dekat dengan bupati, padahal bupati sudah membantah hal itu dan tidak punya hubungan dekat dengan yang dimaksud. Dan kita mau penegakan hukum kita iniberdasarkan fakta, data dan bukti bukan berdasarkan keterangan opini,'' ungkap Bonny. Terkait laporan terduga pelaku ke Lembaga Penjaminan Saksi dan Korban (LPSK) dikatakan Bonny hal tersebut merupakan salah sasaran karena domainnya LPSK tempat pidana berat, sedangkan terduga pelaku hanya melakukan pidana penipuan yang termasuk kedalam pidana murni.

''Terkait terduga pelaku yang melapor ke LPSK dapat kami sampaikan itu adalah undang-undang untuk pidana berat. Seperti pelanggaran HAM, korupsi, pencucian uang, perdagangan orang, terorisme termasuk pembunuhan yang berakibat membuat kisruh orang banyak yang bersifat ancaman serius bagi stabilitas dan keamanan masyarakat. Untuk itu kasus ini dapat diduga bukan domainnya LPSK, karena ini pemalsuan surat, penipuan dan pidana murni terhadap masyarakat. Tentu ini bukan yang dimaksud dalam ruh terbit nya Undang Undang ini, sehingga ini tidak cocok apa yang dimaksud dalam poin LPSK,'' urai Bonny.

Menanggapi bupati yang dilaporkan balik ke polres oleh terlapor, Bonny mengatakan pihaknya bisa saja melaporkan kembali dengan dugaan tambahan yakni pencemaran nama baik. ''Menanggapi dilaporkan balik, tentunya dari klien kami sangat tidak terima dan tentunya dalam porsi undang-undang kita diberikan kesempatan bisa melaporkan dengan dugaan tambahan yakni pencemaran nama baik. Namun dalam hal ini yang bersangkutan sudah dilaporkan sebelumnya, untuk itu
kami berharap proses hukum tersebut dijalankan. Adapun kewenangan klien kami untuk melaporkan kembali dugaan pencemaran nama baik ini akan kita bicarakan dulu dengan bupati, walaupun kewenangan itu beliau punya, karena proses pidana pencemaran nama baik kewenangan bupati sebagai korban. Selain itu kami jelaskanbahwa penggiringan opini dalam sebuah perkara pidana tentunya ini tidak baik dalam proses penegakan hukum,'' tuturnya.(Edi )
 


Berita Lainnya...

Tulis Komentar