Sita Barang Bukti

Ditreskrimsus Polda Riau Tangkap IRT Perambah 13 Hektare Hutan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) menetapkan seorang ibu rumah tangga (IRT) berinisial GRS (55) sebagai pelaku kasus perambahan 13 hektar kawasan hutan konservasi Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis, Jum'at (24/10/2025)

PEKANBARU --(KIBLATRIAU.COM)-- Polda Riau dalam hal ini Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) menetapkan seorang ibu rumah tangga (IRT) berinisial GRS (55) sebagai pelaku kasus perambahan 13 hektar kawasan hutan konservasi Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis.

Turut diamankan bersama warga asal Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak ini dua unit alat berat yang digunakan menggarap lahan tanpa izin.

Kasus ini diungkap Tim Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Riau yang dipimpin Iptu Robiansyah, SH MH bekerjasama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau.  Sementara itu, 
ekspos perkara dipimpin oleh Kasubdit Penmas AKBP Rudi Samosir dan Kasubdit IV Ditreskrimsus AKBP Nasruddin, serta dihadiri perwakilan BKSDA Riau, Hermanto Siallagan.

Pada kesempatan ini, AKBP Nasruddin menjelaskan, bahwa terungkapnya kejahatan lingkungan yang dilakukan pelaku ini setelah merespon laporan masyarakat, terkait aktivitas pembukaan hutan di wilayah Desa Tasik Tebing Serai, Kecamatan Talang Mandau, Kabupaten Bengkalis.

“Jadi lahan yang digarap diketahui merupakan kawasan suaka margasatwa Giam Siak Kecil, yang tidak boleh dialihkan fungsikan,” terang Nasruddin kepada wartawan dalam konferensi pers, Jumat (24/10/2025).

Menindaklanjuti laporan tersebut, pada Senin (20/10/2025), tim gabungan Polda Riau dan BKSDA Riau langsung turun ke lokasi.

Hasilnya, di lapangan petugas menemukan dua unit alat berat merek Hitachi 110 berwarna oranye sedang beroperasi membersihkan lahan yang masih berupa hutan dengan tegakan kayu besar.

Dari lokasi, empat orang pekerja turut diamankan, masing-masing dua operator dan dua helper. Mereka adalah HS dan DM sebagai operator, serta MS dan WS sebagai helper.

“Hasil pemeriksaan, diketahui alat berat tersebut milik LRS. Sedangkan lahan dikuasai oleh seorang perempuan bernama GRS alias Gordon,” ujarnya.

Setelah dilakukan pengembangan, tim berhasil menangkap pelaku GRS di kediamannya di Perumahan Gading Marpoyan, Jalan Pancing Blok E6, Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, Rabu (22/10/2025).

Hasil pendalaman, diketahui pelaku GRS membeli lahan seluas 13 hektare dari seseorang berinisial MS pada tahun 2023 seharga Rp7 juta per hektare.

Saat dibeli, kondisi lahan masih berupa hutan alami. Tanpa memiliki alas hak maupun izin usaha, pelaku  menyewa dua alat berat milik LRS dengan tarif Rp9 juta per hari untuk membuka lahan tersebut.

“Pelaku mengakui lahan itu miliknya, namun tidak memiliki dokumen kepemilikan. Lokasi tersebut jelas masuk kawasan suaka margasatwa, yang tidak boleh diganggu,” papar AKBP Nasruddin.

Nasruddin menambahkan, penindakan tegas ini merupakan tindak lanjut komitmen Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan dalam program Green Policing, yaitu upaya penegakan hukum terhadap perusakan lingkungan dan hutan di wilayah Riau.

Selain pelaku, dalam kasus ini petugas juga menyita dua unit alat berat Excavator Hitachi 110, masing-masing dengan nomor rangka HCM1A70000049 dan 14H1005299, serta satu buah parang dan satu meteran yang digunakan di lokasi.

Kepala Bidang KSDA Riau Wilayah II, Hermanto Siallagan, menegaskan bahwa lokasi perambahan berada di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil yang merupakan bagian dari Cagar Biosfer yang diakui UNESCO.

“Kawasan ini adalah habitat alami gajah, harimau, dan beruang. Statusnya kawasan pelestarian alam, tidak boleh ada aktivitas perkebunan maupun pembukaan lahan. Kami bersama Polda Riau akan terus berkolaborasi melakukan penertiban dan penegakan hukum,” sebut Hermanto.

Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan beberapa pasal, antara lain: Pasal 92 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda hingga Rp5 miliar.

Kemudian, Pasal 40 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana penjara 2 hingga 11 tahun dan denda kategori tinggi.

Di akhir kegiatan AKBP Nasruddin, menegaskan, bahwa saat ini penyidik Polda Riau masih memeriksa MS, pihak yang menjual lahan tersebut kepada pelaku, untuk mendalami legalitas transaksi dan keterlibatannya dalam kasus ini.

“MS masih berstatus sebagai saksi. Namun kami akan gelar perkara lanjutan guna menentukan langkah hukum berikutnya,” pungkas AKBP Nasruddin.***


Berita Lainnya...

Tulis Komentar