Banyak yang harus Dikoreksi 

Mahfud MD Minta Revisi UU Pemilu Jadi Prioritas Presiden Terpilih

Mahfud md.

JAKARTA--(KIBLATRIAU.COM)-- Ahli Hukum Tata Negara Mahfud MD berharap Presiden Indonesia terpilih agar segera merevisi Undang-Undang Pemilu. Menurutnya banyak sekali hal yang perlu dievaluasi dari Pemilu 2019. "Siapa pun presidennya, apakah itu Pak Prabowo atau Pak Jokowi, itu pada bulan Oktober membuat Prolegnas (Program Legilasi). Saya minta, tahun pertama kami akan minta agar segera mengevaluasi dan merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, karena banyak hal yang harus ditinjau," ujar Mahfud di gedung KPU, Rabu (24/4). Mahfud menyebut, UU Pemilu saat ini masih banyak harus dikoreksi. Dia mencontohkan kejadian banyak petugas KPPS meninggal dunia karena kelelahan.

"Harus ditinjau lagi yang dimaksud Pemilu serentak itu apa sih? Apakah harus harinya sama? Atau petugas lapangan harus sama, sehingga tidak bisa berbagi beban? Atau bagaimana? Itu kita evaluasi lagi. Ataukah harinya bisa dipisah, atau panitia di tingkat lokal, panitianya bisa dipisah, tetapi dengan kontrol yang ketat," ujar dia.

Mantan Ketua MK itu juga meminta presiden terpilih segera mengatur sistem Pemilu lebih sehat. "Sistem Pemilu itu apakah mau proporsional terbuka atau tertutup, gitu, karena ini menjadi masalah, menjadi yang sekarang ini, di mana sistem mencoblos nama dan partai itu jual-beli suara di internal partai banyak terjadi. Itu dilakukan di antara mereka sendiri saling jual-beli begitu, dan itu tidak sehat bagi demokrasi kita," ujarnya. Mahfud pun berharap syarat 20 persen presidential threshold perlu dikaji ulang. Ia menilai angka itu terlalu tinggi.

"Perlu dipikirkan UU pemilihan berikutnya tentang presidential threshold. Saya setuju threshold harus ada tapi apa harus 20 persen? Nah itu perlu ditinjau melihat pengalaman sekarang, polarisasinya begitu tajam dan panas," katanya. Mahfud juga mengusulkan presidential threshold 20 persen bisa disamakan dengan parlementary threshold 4 persen. "Kalau saya usul treshold harus ada, tetapi memakai parlementary treshold misalnya 4 persen. Partai yang punya kursi di DPR berdasarkan pemilu sebelumnya, berhak mengajukan calon presiden dan wakil presiden pada pemilu yang berjalan," tandasnya.

Mahfud menambahkan tudingan yang diarahkan kepada KPU adalah hal yang sudah terprediksi dan merupakan ritual setiap Pemilu. "Tudingan selalu ada. Ritualnya itu, KPU diserang terus sampai nanti tanggal 23 Mei, serangan akan berbalik tadinya ke KPU jadi ke MK. Gitu aja ritualnya," kata Mahfud. Mahfud memastikan, tanggal 23 Mei mendatang atau saat KPU mengumumkan secara resmi presiden terpilih, maka serangan akan berbalik kepada MK. "Lihat aja nanti. Tuduhan hakim MK disuap lah, dia berpihak sama ini lah, itu nanti akan muncul," ujar dia.

Menurut Mahfud, segala tuduhan yang biasanya diarahkan seperti hakim MK menerima suap adalah ritual setiap lima tahun sekali. "Pengalaman saya bertahun tahun begitu. Itu ritual politik," ucapnya. Sementara itu, terkait tudingan Pemilu memakan banyak biaya namun masih ada kecurangan dan petugas yang meninggal dunia, Mahfud menilai dalam demokrasi memang dibutuhkan banyak biaya."Demokrasi memang harus ada biayanya, kalau mau praktis ya tidak usah menyelenggarakan demokrasi. Pakai kerajaan aja selesai semua enggak usah pakai Pemilu.
Kalau diganggu dengan tudingan tersebut ya biasa namanya juga demokrasi," tandasnya.(Net/Hen)
 


Berita Lainnya...

Tulis Komentar