Berpedoman Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020

Kejari Inhu Selesaikan Dua Perkara dengan Mekanisme Restorative Justice

 Kejari Inhu Furkon Syah Lubis SH MH didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Albert, SE.,SH.,Ak dan Jaksa Fasilitator Andi Sahputra Sinaga SH MH saat menyelesaikan perkara pidana di luar pengadilan melalui mekanisme Restorative Justice. (Uya)

INHU--(KIBLATRIAU.COM)-- Kejaksaan Negeri (Kejari) Indragiri Hulu (Inhu) berhasil menyelesaikan perkara pidana di luar pengadilan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Dimana RJ yang dilakukan di awal tahun 2022 ini, berhasil setelah mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI melalui Kepala Kejaksaan Tinggi Riau.Kejari Inhu, Furkon Syah Lubis, SH.,MH. selaku Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Kajari) melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Albert, SE.,SH.,Ak, yang didampingi Kasi Intel Arico Novi Saputra SH melakukan ekspose permohonan penghentian penuntutan sebanyak 2 (dua) perkara.

''Pertama, kasus penganiayaan yang dilakukan tersangka Erlianus Waruwu, warga Desa Talang Tujuh, Riau dengan Jaksa Fasilitator Dolly Arman Hutapea, SH. Dan kedua, kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan tersangka Qori Pratama, warga Desa Rimpian, Riau dengan Jaksa Fasilitator Andi Sahputra Sinaga, SH, MH," tutur Furkon Syah Lubis SH MH. Menurutnya, agenda permohonan ekspose untuk penghentian penuntutan kedua kasus tersebut berdasarkan keadilan restorative justice, dengan tetap berpedoman Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020 serta melibatkan tokoh adat dan tokoh agama setempat.

 


Usai menandatangani surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2), dilakukan penyerahan SKP2 kepada tersangka Erlianus hari Senin (4/4/2022) dan kepada tersangka Qori hari Selasa (5/4/2022) sehingga kasus tersebut telah dihentikan. ''Setelah itu, masing-masing tersangka dan korban  langsung saling bersalaman dan berpelukan yang  juga disaksikan keluarga. Baik dari pihak korban maupun tersangka dan juga tokoh masyarakatnya," sebutnya. Adapun syarat yang harus dipenuhi, lanjutnya, seperti tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau tidak lebih dari 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara korban dengan tersangka. Begitu juga korban dan pelaku sudah sepakat tak lagi melanjutkan kasus tersebut.


''Terpenuhinya unsur penghentian, selain karena sudah terpenuhinya syarat sesuai peraturan Kejaksaan nomor 15 tahun 2020. Selain itu, juga memang ada permintaan dari korbannya sendiri bahwa mereka sepakat berdamai,” terang Furkon Syah Lubis. Harus diketahui, jelas Furkon Syah Lubis, bahwa perkara tindak pidana dapat ditutup atau dihentikan penuntutannya oleh pihak kejaksaan jika memang syarat dan ketentuan yang ada sudah terpenuhi dan semata-mata demi terciptanya keadilan serta kemanfaatan bagi masyarakat, jadi tidak semuanya harus diproses di pengadilan. Sebagaimana diketahui, kasus penganiayaan terhadap warga Desa Talang Tujuh itu awalnya  ditangani Polsek Kelayang, sedangkan kasus KDRT ditangani Polsek Lubuk Batu Jaya. ''Kedua kasus melibatkan tokoh masyarakat adat setempat. Sehingga lebih mengutamakan kearifan lokal sesuai petunjuk Jaksa Agung,'' pungkas Furkon Syah Lubis. (Uya).



 


Berita Lainnya...

Tulis Komentar