Pengacara Nilai Putusan Majelis Hakim Sudah Tepat
Harris Wilson
PEKANBARU--(KIBLATRIAU.COM)-- Upaya Pergantian Antar Waktu (PAW) yang diusulkan oleh fraksi Golkar terhadap empat anggota DPRD Bengkalis akhirnya belum dapat terlaksana. Dimana berdasarkan hasil putusan sela yang diputuskan oleh hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis dan PTUN Pekanbaru memutuskan untuk menunda hal tersebut. Proses PAW terhadap empat anggota DPRD Bengkalis dari Fraksi Golkar diminta tidak dilakukan hingga ada putusan tetap. Empat anggota dewan
tersebut yakni Al Azmi, Syafroni Untung, Septian Nugraha dan Ruby Handoko alias Akok. Ke empatnya merupakan anggota DPRD Bengkalis periode 2019-2024.
"Putusan majelis hakim itu kita nilai sudah tepat," ujar Harris Wilson dari Kantor Hukum Patar Pangasian dan Rekan yang merupakan kuasa hukum dari 4 anggota dewan tersebut, Ahad (15/10/2023).Harris mengatakan, Putusan sela nomor: 36, 37, 38, 39/Pdt.G/2023/PN.Bls tanggal 10 Oktober 2023 itu bersifat menunda sementara atas seluruh proses PAW terhadap diri kliennya.
Kemudian memerintahkan agar pihak-pihak tergugat dan turut tergugat tidak memproses lebih lanjut atau menunda proses administratif pemerintahan terhadap PAW diri kliennya tersebut. Sebelumnya proses mediasi sudah berjalan, namun pihak tergugat dan beberapa turut tergugat tidak hadir. Sehingga mediasi tersebut dinyatakan gagal padahal pihaknya berharap ada titik temu.
Permintaan adanya putusan sela ini bersifat mendesak dan sudah berkali-kali pihak empat pengacara minta kepada majelis hakim baik dalam gugatan, surat permohonan, dan setiap persidangan. Intinya bertujuan agar mencegah timbulnya kerugian yang lebih besar pada kliennya itu. Kemudian tidak ada tindakan hukum yang menghentikan pihak tergugat dan turut tergugat agar menghormati proses hukum yang sedang berjalan saat ini.
"Selama ini mereka dengan kekuasaannya terkesan menyepelekan proses hukum. Kami menduga pihak-pihak tergugat dan turut tergugat yang tidak hadir dalam mediasi sengaja mengulur-ulur waktu. Sedangkan pihak turut tergugat sudah merancang dan membuat undangan pelantikan PAW atas diri klien kami pada hari kamis
(12/10) kemarin. Padahal gugatan masih dan sedang berjalan di PN Bengkalis," bebernya.
Menurut Harris, jika tindakan tergugat dan turut tergugat tidak dihentikan/ditunda maka proses hukum yang saat ini tengah berjalan akan menjadi sia-sia atau tidak berguna. Bahkan sangat merugikan Penggugat atau pihak lainnya yang menerima PAW. Sebab pemulihan keadaan untuk kembali seperti semula akan sulit dilakukan. Proses ini menurutnya sudah benar dan sesuai mekanisme hukum acara dan diatur dalam HIR/Rbg dan Rv.
"Bukan hanya gugat Perdata, Klien kami juga sudah menggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru. Jadi perkara ini juga berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru dengan perkara nomor: 38/G/2023/PTUN Pbr; Gubernur Riau adalah Tergugat," terangnya.
Sementara terkait SK Gubernur Riau atas kliennya itu, Harris mengatakan SK Gubernur tersebut telah menjadi objek gugatan TUN perkara nomor: 38/G/2023/PTUN Pbr. Pihaknya juga dalam gugatan mengajukan permohonan penundaan berdasarkan Pasal 67 ayat (2) tentang Peradilan TUN, dalam perkara tersebut Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru juga telah mengeluarkan penetapan nomor: 38/G/2023/PTUN Pbr tanggal 12 Oktober 2023 yang memerintahkan Gubernur Riau (tergugat) untuk
menunda pelaksanaan SK PAW terhadap diri Kliennya. Jadi ia menilai putusan Pengadilan Negeri Bengkalis ini sejalan dengan Penetapan Pengadilan TUN.
"Kami minta kembali agar jangan ada pihak-pihak yang memainkan isu-isu politik yang berada di luar proses hukum, seluruh rangkaian upaya hukum dari Klien kami diajukan secara hukum maka jangan ada yang mempolitisir dan memelintir mekanisme hukum untuk kepentingan golongannya, atau seolah-olah menjadi ahli dadakan sedangkan dia tidak melihat perkara ini secara utuh," tutur Harris. (Fik)
Tulis Komentar