Mulai Dirasakan Dunia

Seruan Boikot Produk Pro Israel Bikin Pengusaha Ketar-ketir

Ilustrasi Boikot Produk Pro Israel

JAKARTA--(KIBLATRIAU.COM)-- Seruan agar masyarakat memboikot produk yang diduga terafilisasi Israel mulai dirasakan dunia usaha. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey.Roy bilang, penjualan berbagai produk yang disebut terafiliasi dengan Israel tersebut berkurang 40-45%. Hal tersebut akhirnya juga berpengaruh ke produksi yang mulai dikurangi."Transaksi produk itu berkurang 40-45%. Ini rata-rata untuk produk yang dikategorikan terafiliasi (Israel). Itu sudah terdampak 40-45%, ini yang kita hindari agar tidak berkepanjangan," ucap Ketua Umum Aprindo Roy Mandey dalam Podcast Tolak Miskin 'Goncangan Boikot Produk Pro Israel Mulai Terasa', Senin (4/12/2023)  kemarin.


Adapun produk yang disebut terafiliasi dengan Israel tersebut di antaranya produk pangan dan non pangan. Mayoritas produk yang terpengaruh ajakan boikot adalah produk fast-moving consumer goods (FMCG). "Secara agregat, keseluruhan, kita  melihat berkurang 15-20%. Itu penjualan retail," sambungnya.Kendati demikian, Roy menjelaskan bahwa produk-produk yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat seperti beras, minyak goreng, dan gula di toko-toko retail saat ini belum  
terdampak. Ia kemudian menjelaskan, ajakan untuk boikot produk terafiliasi Israel hingga saat ini belum berpengaruh bagi nasib karyawan di toko-toko retail.

Namun, Roy meyakini bahwa jika ajakan boikot berlangsung dalam jangka panjang atau lebih dari tiga bulan, sektor hulu atau industri manufaktur yang memproduksi barang-barang FMCG akan terkena imbas ajakan boikot. Pasalnya, menurunnya tingkat  permintaan terhadap produk yang diduga terafiliasi Israel akan mengurangi produktivitas perusahaan tersebut.Hal ini berpotensi menciptakan multiplier effect seperti menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2023, serta efisiensi jumlah  tenaga kerja alias pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan.

Roy mengatakan ajakan boikot bisa mempengaruhi perusahaan untuk melakukan efisiensi hingga ke level pemutusan hubungan kerja (PHK). "Bila eskalasi tidak menurun, maka setelah tiga bulan ada efisiensi, termasuk efisiensi tenaga kerja," ucap Roy  Mandey.Roy menjelaskan, PHK bisa terjadi jika ajakan boikot sudah berjalan setidaknya lebih dari tiga bulan. Menurutnya tiga bulan menjadi jangka waktu perusahaan bisa menahan dampak gerakan ini.Untuk sekarang, gerakan boikot produk terduga  
terafiliasi Israel disebut belum berpengaruh hingga ke level karyawan. Dia bilang, permintaan terhadap produk diduga terafiliasi Israel yang menurun masih berdampak ke level pengurangan suplai produk.

"Dalam kurun satu sampai tiga bulan kita lihat eskalasinya. Kalau memang belum ada tanda-tanda kepastian, kejelasan, efisiensi bisa terjadi," sambungnya.Roy sendiri mendorong agar pemerintah turun tangan menangani polemik ini. Dia berharap  pemerintah bisa menegaskan produk terduga afiliasi Israel seperti apa yang sebaiknya dihentikan penggunaannya oleh masyarakat.Pemerintah juga diharapkan bisa menyiapkan sejumlah jaring pengaman mengantisipasi dampak boikot tagar tidak  
berkelanjutan. Misalnya, subsidi ketenagakerjaan untuk mencegah PHK, subsidi pelaku usaha, pengurangan pajak PPh Badan, hingga subsidi listrik untuk membantu dunia usaha di masa-masa yang kurang produktif.

"Ini harapan kami yang disampaikan, pemerintah hadir membeli balancing dan observasi seperti yang dikatakan beberapa saat lalu. Yang diboikot itu hanya produk-produk yang diproduksi di Israel. Tapi kalau produknya tenaga kerjanya di Indonesia dan  mematuhi aturan dan sebagainya itu dijaga marwahnya karena ekonomi kita," kata dia.(Net/Hen)


Berita Lainnya...

Tulis Komentar