Rumah Berbau Melati
Ustadz Maulana Yusuf
Oleh : Ustadz Maulana Yusuf
WAKTU maghrib yang menegangkan. Orang-orang bergerak menuju rumah kosong setelah pencuri kotak amal lari ke dalam bangunan angker itu untuk bersembunyi.Tidak ada adzan maghrib senja itu, sebab seluruh jamaah bersama pengurus masjid pergi mengejar pencuri laknat yang lancang mencemari rumah suci dengan perbuatannya yang keji.''Pencuri sialan. Dia harus ditangkap dan diadili,'' cetus seorang jamaah masjid.
Rombongan massa itu saling sahut-menyahut, menumpahkan sumpah serapah, sesekali mereka meneriakkan takbir.Mereka semakin dekat. Tercium aroma semerbak bunga melati dibawa angin dari arah rerimbunan pepohonan di halaman rumah angker itu. Rumah bau melati yang konon sering ada penampakan wanita yang melayang layang mengitari rumah. Ia terbang sambil tertawa cekikian.
Namun, kali ini siapa yang peduli bau melati. Siapa yang peduli penampakan hantu wanita? Orang beramai-ramai, bahkan di dalam rombongan itu ada Pak Haji, mana mungkin hantu wanita itu berani menampakkan diri?Bau melati makin kental, kian menusuk hidung. Wangi sekaligus mendatangkan ketenangan yang mengerikan. Tak berapa lama kemudian orang-orang telah sampai di halaman rumah sembari memekik takbir ?Allaahu Akbar.''Pak Haji mengucap takbir.
Pandangan Pak Haji menatap tajam ke awang-awang. Sementara warga dan jamaah masjid yang lainya senyap. Beberapa di antara mereka gemetaran, ada juga yang mulutnya sampai menganga.Perempuan itu muncul, melambung-lambung di antara dua pepohonan rimbun.''Mengapa tak ke masjid? Mengapa tak mengumandangkan adzan? Bangsaku sudah bersiap menutup telinga, beberapa sudah bersembunyi di tempat pembuangan yang kedap dan bau,'' sergah wanita yang wajahnya tertutup rambut panjang.
''Kami mau menangkap pencuri kotak amal..? jawab Pak Haji sedikit gemetar.?Tidak bisa. Dia mencari perlindungan di rumah kami. Wajib bagi kami untuk melindunginya..''Setan terkutuk! Sudah terkutuk, sukanya membela bandit yang kelakuannya terkutuk.? sambung Pak Haji.'Kamu lebih terkutuk. Kalian semua terkutuk!? Lecutan kata itu di iringi tawa cekikikan. Bau melati bertebaran.
''Biar aku bacakan kamu ayat-ayat Allah. Lekas-lekaslah terbakar dan enyah kamu ke neraka.?Pak Haji membaca ayat kursi. Warga berdzikir bersama-sama. Dengung suara dzikir terdengar bagai segerombolan lebah.Tak segera terbakar, wanita itu malah menirukan bacaan ayat kursi secara fasih.?Bagaimana bisa ayat suci itu menghiasi lisanmu, bahkan tiap hari kamu membaca berjuz-juz Qur?an, tapi tak satu pun yang terselip di hati kalian?? ucap wanita yang kini duduk di atas dahan pohon beringin.
?Apa maksudmu, setan busuk??.Aku tahu siapa si pencuri kotak amal. Dia cuman anak-anak. Dia yatim. Kini bertambah jadi piatu. Neneknya pun baru saja meninggal seminggu yang lalu. Tanah kuburannya masih basah, lalu kini kalian mau menghabisinya? Bagaimana bisa penderitaan anak ini luput dari jangkauan kalian?Semua terdiam. Pak Haji makin jengkel. ?Tapi, bukan berarti dia boleh mencuri..?Setiap hari jum?at kamu umumkan kas masjid yang puluhan juta itu melalui pengeras suara. Sementara anak ini kelaparan. Hidupnya kini sebatang kara. Lalu kemana saja kas yang puluhan juta itu? Mengapa yang kalian pentingkan hanya renovasi dan renovasi masjid saja. Kalau masjidnya bagus dan nyaman, ibadah jadi tenang.? jawab Pak Haji membela diri, meski nada bicaranya semakin melunak.
?Masjid kalian makin megah, makin nyaman. Tapi Allah yang kalian sembah itu kelaparan, kehausan, sedang kalian tak mau menggubrisnya.?Kurang ajar! Beraninya kamu merendahkan Allah. Mana mungkin Allah lapar dan kehausan. Pak Haji kembali menaikkan suara. Telunjuknya mengacung ke atas, tasbihnya terlihat melilit di pergelangan tangan.''Dalam setiap jiwa yang kelaparan dan kehausan, Allah begitu dekat. Apa kalian tak pernah mengasah hati nurani, Wanita itu kembali cekikikan.
Perkataan terakhir wanita itu membuat hati Pak Haji melunak secara kaffah. Dahulu di pondok pesantren, ia kerap mendengar hadits qudsi tersebut. Mengapa kini ia malah melupakannya?Tertunduk Pak Haji dalam-dalam. Betapa menyesalnya ia kini.Bau melati semakin tidak wajar. Makin membuat pusing dan mual. Beberapa yang tidak kuat menghirup aroma kental itu akhirnya lemas dan pingsan. Pak Haji pingsan paling akhir.
''Pak, bangun Pak! Sudah maghrib. Ayo ke masjid,? Bu Haji membangunkan suaminya yang tertidur selepas Ashar.Buru-buru Pak Haji ke masjid dan mengecek kotak amal. Masih pada tempatnya. Pucat muka pria sepuh itu karena mimpi yang terus berkelebat di benaknya.Usai magrib, Pak Haji dan beberapa jamaah membongkar kotak amal. Dari hasil yang didapat, sebagian dialokasikan untuk pembangunan, sebagian untuk kesejahteraan umat.Esok hari, Pak Haji buru-buru membeli sembako dengan uang kotak amal, ditambah uang pribadinya. Ia mendatangi rumah anak yatim yang ada di dalam mimpi beliau kemarin sore.
Tersuruk-suruk langkah Pak Haji membopong sekarung beras dan menenteng bingkisan.Beberapa warga menawarinya bantuan untuk membawakan karung beras, tapi Pak Haji menolak.?Ini adalah kelalaianku. Aku membiarkan anak yatim itu kelaparan. Aku sendiri yang harus memikulnya..?Sesampai didepan gubuk tua dan reyot dipinggir sungai, buru-buru Pak Haji dan warga dengan bangga membuka pintu gubuk yang hampir roboh itu dan. Apa yang mereka saksikan?
Anak yatim piatu itu telah terbujur kaku diatas sajadah lusuh sambil memegangi perutnya. Di hadapannya ada AlQur?an kecil yang masih terbuka pada surah ke-2 Al-Baqarah ayat 155. وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَیۡءࣲ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصࣲ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَ ٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَ ٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِینَ
.?Dan kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.?Innaalillaahi wa innailaihi raji?uun..Sesungguhnya Allah bersama orang yang hatinya hancur dan ia bersabar. ''Janganlah bangga uang kotak amal berjuta-juta, tapi di sekeliling kalian ada anak yatim dan dhu?afa kelaparan. Bersegeralah salurkan dan tunaikan hak mereka, sebelum Allah murkam,'' tutur ustadz Maulana Yusuf. ***
Tulis Komentar