Berdampak pada Marwah Daerah

Abdul Latif Hasyim Kritik Lemahnya Komitmen Pemda Perjuangkan Mahmud Marzuki sebagai Pahlawan Nasional

Sejarawan Kampar Dr. HC Abdul Latif Hasyim, MM

Laporan : Ali Akbar

Kampar

SEORANG Sejarawan Kampar Dr. HC Abdul Latif Hasyim, MM Dt. Bagindo menyoroti lambatnya proses pengusulan tokoh pejuang asal Kampar, Mahmud Marzuki, sebagai Pahlawan Nasional. Dalam wawancara sempena Hari Pahlawan 10 November 2025, ia menyatakan bahwa berkas pengusulan yang sebenarnya telah lengkap sejak 2021 justru terus tertunda, karena minimnya komitmen dan dukungan dari pemerintah daerah.

Menurut Abdul Latif, Mahmud Marzuki telah melewati seluruh tahapan seleksi mulai dari tingkat kabupaten, provinsi hingga Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP). Nama Mahmud Marzuki bahkan pernah masuk dalam berkas yang telah berada di meja Presiden Joko Widodo bersama enam tokoh lain yang akan disahkan. Namun, secara mengejutkan, nama Mahmud Marzuki hilang dari daftar final.

“Secara syarat akademis sudah selesai. Sudah lulus dari TP2GP pusat, sudah masuk ke meja presiden. Tapi tiba-tiba nama beliau tak ada lagi. Penyebabnya satu: kurangnya komitmen kita memperjuangkannya. Kita bukan kurang syarat, yang kurang itu kegigihan,” tegas Abdul Latif, Senin (10/11/2025).

Ia mengungkapkan bahwa selama ini pemerintah daerah hanya mengirimkan berkas melalui surat, tanpa pernah menunjukkan dukungan nyata di tingkat pusat. Padahal, daerah lain berdatangan ke Jakarta dengan rombongan besar, mulai dari bupati, gubernur hingga anggota DPR, sebagai bentuk keseriusan.

“Ada daerah yang datang 15 orang, bahkan 30 orang naik dua bus untuk memperjuangkan tokoh mereka. Sementara kita hanya mengirim surat. Bagaimana mau menang kalau begini?” ujarnya.

Abdul Latif juga menyebut bahwa Bupati Kampar saat ini, Ahmad Yuzar, belum pernah turun langsung ke Jakarta untuk mengawal pengusulan tersebut. Meski begitu, alasan yang selalu muncul adalah karena pemerintah daerah masih baru menjabat.

“Kita sudah berkali-kali sampaikan melalui rapat, WA, dan diskusi. Tapi jawaban yang muncul selalu karena pejabatnya baru. Bahkan ada yang menyarankan prosesnya digeser ke tahun 2026,” katanya.

Pada kesempatan itu, Abdul Latif turut menyinggung pentingnya gelar Pahlawan Nasional bagi daerah. Ia menegaskan bahwa gelar tersebut bukan hanya soal kehormatan, tapi juga berdampak langsung pada marwah daerah dan peluang memperoleh pendanaan pusat hingga ratusan miliar rupiah.

“Kalau kita punya Pahlawan Nasional, marwah daerah naik. Secara materi juga ada dana M600 miliar yang bisa masuk untuk pembangunan museum, tugu, pelatihan dan lainnya. Tapi masih ada pejabat kita yang bertanya, ‘kalau jadi Pahlawan Nasional, kita dapat apa?’” ujarnya.

Abdul Latif menambahkan, Kampar sebenarnya memiliki sedikitnya delapan tokoh yang layak diusulkan menjadi Pahlawan Nasional jika dibandingkan daerah lain. Namun, kurangnya sambutan dan dukungan dari pihak terkait membuat berbagai upaya penelitian dan penulisan yang telah dilakukan sejak 1998 tidak berjalan maksimal.

“Kami meneliti dan menulis sejak 1998. Tidak pernah kami menuntut honor. Kami hanya ingin tokoh kita diakui. Tapi kalau daerah sendiri tidak peduli, bagaimana mau maju?” kesalnya.

Wawancara ini menjadi refleksi di Hari Pahlawan tahun ini: perjuangan bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga bagaimana daerah memperjuangkan sejarah dan tokohnya agar mendapat pengakuan nasional. (Akbar)

 


Berita Lainnya...

Tulis Komentar