Cerita Perjuangan Seorang Ibu

Jadi Kuli Bangunan Demi Biayai Sekolah Anak

Ibu di Bali yang jadi kuli bangunan demi sekolahkan anak 

DENPASAR--(KIBLATRIAU.COM)--  Ibu memang selalu melakukan apa saja demi kebaikan anaknya. Termasuk jadi kuli bangunan agar anak-anaknya bisa sekolah dengan baik. Salah satunya Kadek Santo, ibu berusia 50 tahun ini menjadi kuli bangunan demi bisa membiayai sekolah anaknya. Sambil mengecat sudut-sudut tembok SDN 26 Dangin Puri, Denpasar, Kadek Santo bercerita tentang awal mula dirinya jadi kuli bangunan.  "Ya pertamanya diajak suami, setelah anak saya besar-besar baru saya ikut. Biasa saya ngaci atau ngecat," kata Kadek Santo saat berbincang dengan detikcom, Jumat (21/12/2018). Pekerjaannya sebagai kuli bangunan dia lakoni sejak pukul 08.00-17.00 WITA. Sebagai seorang ibu, dia baru berangkat bekerja usai selesai masak dan beres-beres di rumahnya.  "Di rumah pagi pukul 05.00 WITA sudah masak. Selesai di rumah baru berangkat," ucapnya.

Selama 20 tahun bekerja sebagai kuli, kaos lengan panjang, celana panjang, topi, dan kaos kaki selalu menjadi seragamnya di kala bekerja. Kadek Santo menuturkan dirinya mendapat Rp 100 ribu per hari dari pekerjaannya tersebut. Uang itu selalu digunakan untuk biaya sekolah anak dan memberi jajan anak. "Kerja begini dapat upah Rp 100 ribu per hari, dulu selama anak saya masih kecil saya ibu rumah tangga aja. Pas anak sudah agak gede baru saya tinggal kerja apalagi banyak kan tetangga-tetangga yang juga kerja begini, ya hasilnya buat nyekolahin anak, kasih jajan anak," terang nenek satu cucu itu.

Berkat perjuangannya, Kadek Santo mengatakan dari keempat anaknya, ada satu orang yang bisa dia kuliahkan dan kini menjadi guru. Dia pun mengaku bangga karena bisa menyekolahkan anak-anaknya. "Tinggal yang nomor 4 masih sekolah 1 SMA, yang lain sudah kerja," terangnya. Senada dengan Santo, Gede Adi (41) juga menjadi kuli bangunan karena ajakan dari suami. Bedanya, De Adi mendapat mandat dari suaminya yang menjadi mandor untuk mengontrol tenaga proyek. Baca juga: Kisah Ibu Asal Banten Bikin 10 Ribu Jamban bagi Warga Tanpa Dana Pemerintah "Sebagai istri saya hanya nurut suami. Kalau misal kerjaan suami saya pemborong, biar ada yang ngontrol, tenaga di proyek biar nggak terlantar," kata De Adi di lokasi yang sama.

De Adi menjelaskan meski menjadi istri pemborong dia juga turun tangan mengerjakan pekerjaan proyek, sementara suaminya memiliki tugas belanja bahan untuk proyek satu ke proyek yang lainnya hingga urusan administrasi ke pemerintahan. Dari mulanya yang tidak tahu sama sekali soal nama alat-alat, kini De Adi sudah mahir menyemen maupun mengecor."Pertamanya ya saya disuruh belanja bahan proyek, dari situ tahu nama-namanya terus ngelihat dulu. Baru mulai bantu-bantu sampai sekarang deh, pokoknya pekerjaannya kotor tapi berat apalagi kalau ngecor badan itu rasanya badan sakit semua, kalau nyemen kan masih ringan," urai wanita yang sudah bekerja sebagai kuli bangunan selama 18 tahun itu.

Suka-duka bekerja sebagai kuli bangunan turut dia rasakan bersama para pekerjanya. "Namanya kita kerja ada sih panas mengeluh dah semuanya, apalagi sumpek nggak ada angin pada merah-meruh (ngeluh). Selain itu kalau pas dapat proyek ngecor di tempat sampah itu aduh baunya amis, belum lagi kalau ada tenaga proyek yang takut manjat sampai ke lantai 2 ya saya deh," terang ibu dua anak itu. Meski begitu, De Adi tetap senang melakoni pekerjaannya itu. Apalagi kini anak sulungnya juga sudah disiapkan untuk membantu kerja orang tuanya."Anak saya yang pertama disekolahkan di SMK jurusan arsitek, inginnya kuliah ambil teknik biar besok bisa bantu-bantu bapaknya," ujarnya semringah.Meski lelah bekerja, De Adi juga tak melupakan kewajibannya sebagai ibu. "Kalau itu tetep, jam 04.00 WITA saya sudah bangun, bikin banten, masak. Kerjaan di rumah harus ambil dulu, kewajiban itu, setelah itu baru jam 08.00 WITA mulai kerja," terang wanita asal Desa Gulingan, Mengwi itu.(Net/Hen)
 


Berita Lainnya...

Tulis Komentar