Debat Terkait Terorisme

Jokowi Perkuat Penegakan Hukum dan Prabowo Naikkan Anggaran

Debat Capres jilid III.

JAKARTA--(KIBLATRIAU.COM)-- Dalam lima tahun terakhir rentetan aksi teror terjadi di Indonesia. Beberapa di antaranya yang menonjol adalah bom Thamrin, bom Kampung Melayu, kerusuhan di Mako Brimob dan bom di sejumlah tempat di Surabaya dan Sidoarjo. Di Masyarakat kemudian muncul pertanyaan apakah kejadian rentetan teror tersebut lantaran pihak intelijen kecolongan. Badan Intelijen Nasional (BIN) dan Intelijen Polri tentu diharapkan dapat mendeteksi dini upaya-upaya kelompok teroris untuk beraksi. Dalam pasal 3 UU No 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, intelijen adalah lini pertama dalam pertahanan. Pada Pasal 6 disebutkan bahwa fungsi Intelijen Negara adalah fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan yang harus menghormati hukum, nilai-nilai demokrasi, dan hak asasi manusia.

Kedua kandidat Calon Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto- Sandiaga Uno pun harus bisa memberikan kepastian keamanan bagi rakyat Indonesia terhadap serangan teror. Dalam debat perdana tentang Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme, kedua Paslon harus secara tegas memaparkan strategi untuk menguatkan intelijen dan deteksi dini aksi terorisme.Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN), Ace Hasan Syadzily mengatakan, intelijen merupakan alat negara yang memberikan informasi dan analisisnya tentang situasi dan keamanan negara. Semata-mata bertujuan mewujudkan rasa aman dan keutuhan negara serta warga negara.

"Kebijakan Pak Jokowi di bidang intelijen bertujuan memenuhi kewajiban agar negara hadir melindungi dan memberi rasa aman bagi seluruh warga negara," kata Ace kepada merdeka.com. Jokowi pun akan memperkuat koordinasi intelijen dengan mengembangkan hubungan kelembagaan yang tegas dan terstruktur dengan garis tugas, kewenangan, dan pertanggungjawaban jelas. "Terorisme merupakan masalah serius yang perlu ditangani. Untuk memerlukan peningkatan upaya terpadu untuk menanggulangi terorisme, mulai dari peningkatan pemahaman ideologi negara untuk mengurangi radikalisme, pengembangan sistem pendidikan, hingga penguatan sistem penegakan hukum untuk mengatasi tindakan terorisme," tuturnya. Sementara itu, Wakil Ketua TKN, Abdul Kadir Karding mengklaim kinerja intelijen di era Jokowi sudah sangat baik. Sebagai contoh, dalam pengungkapan kasus bom Surabaya dan Sidoarjo beberapa waktu lalu. "Cuma mungkin kadang-kadang intelijen tak punya hak menangkap hanya beri info ke pihak untuk menangkap," katanya.

"Untuk hari ini sudah luar biasa. Bagaimana ke depan jangan sampai terorisme terjadi. Jadi sebelum terjadi kita cegah. Kita bicaranya hulunya. Bagaimana caranya agar tidak terjadi Tentu paham-paham yang melatarbelakangi diurai. Kemudian yang kedua fanatisme berlebihan ideologi diurai. Kalau ada faktor ekonomi juga harus diperbaiki. Anggaran untuk intelijen juga akan dimaksimumkan," imbuhnya. Sementara itu, kubu Prabowo mempunyai pandangan berbeda. Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade menilai, intelijen harus berbenah diri untuk mencegah terjadinya tindakan teror. Terlebih anggaran intelijen juga cukup besar.

"Kita ingin manfaatkan intelijen untuk negara bukan memata-matai rakyat. Bisa deteksi dari awal dan mencegah terorisme bukan setelah kejadian. Jadi tangkal," kata Andre. Prabowo juga memastikan intelijen akan bekerja semaksimal mungkin. Yang utama juga intelijen bertugas mengawasi untuk kepentingan negara. "Tingkatkan anggaran dan memperkuat. Tetapi tentu penggunaan intelijen untuk kepentingan rakyat," katanya. Memperkuat anggaran agar intelijen mempunyai alat lebih cagih. Selain itu, untuk deteksi dini ancaman teroris, kata Andre, Prabowo akan melakukan pendekatan ke kelompok-kelompok radikal melalui badan intelijen."Jadi memastikan semua ini untuk kepentingan bangsa. Penegakan hukum itu yang akan kita kedepankan. Jangan atas nama negara tetapi mencurigai kelompok-kelompok tertentu," paparnya.(Net/Hen)


Berita Lainnya...

Tulis Komentar