Saling Balas Argumen

Panas Yusril Ihza dengan Kubu Anies soal Kesaksian 4 Menteri di MK

Yusril Ihza Mahendra

JAKARTA--(KIBLATRIAU.COM)-- Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, saling balas argumen dengan Tim Hukum Anies-Cak Imin terkait kesaksian 4 menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Kesaksian 4 menteri Jokowi dianggap Tim Hukum Anies-Cak Imin laporan kerja sedangkan Yusril menganggap justru jadi boomerang untuk Anies-Cak Imin.Sebagai informasi, MK telah memeriksa empat menteri Jokowi. Mereka yakni Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.Keempatnya telah memberi kesaksian pada Jumat (5/4) yang lalu. Mereka menjelaskan beberapa hal, termasuk bansos.

Adalah Refly Harun, pihak yang menyampaikan penilaian atas kesaksian 4 menteri seperti laporan kerja. Selain itu, dia juga melihat kesaksian itu terlalu normatif."Ya kita netral aja, karena kita lihat kesaksiannya seperti laporan kerja aja, normatif kan, tetapi kita harus reading between the lines ya, jadi jangan ikuti mentah-mentah aja, tapi kita harus melihatnya secara kritis," kata Refly Harun saat dihubungi, Jumat (5/4).Refly lantas menjelaskan soal 'reading between the lines' dari pernyataan para menteri. Dia menyoroti secara khusus penjelasan soal realisasi bansos yang melonjak jauh sekali hingga Rp 12,45 triliun pada 2024.

"Misalnya yang secara kritis soal realisasi bansos, kenapa realisasi bansos di Januari 2024 jauh sekali dibandingkan realisasi di Januari 2023 dan Januari 2022? Karena, misalnya, Januari 2023 itu realisasi cuma Rp 3,88 triliun, sementara di Januari 2024, Rp 12,45 triliun, bayangkan, itu satu hal yang menurut saya mengindikasikan, tentu menteri nggak akan ngomong 'wah ini karena ada pemilu', kan tidak," ucapnya.Kemudian, Refly juga menyoroti penjelasan pembayaran bansos yang dirapel hingga 3 bulan. Menurutnya, ada maksud tertentu di balik keputusan pemerintah mencairkan bansos untuk 3 bulan.

"Kedua misalnya kenapa cash yang Rp 200 (ribu) per bulan di bayar 3 bulan itu, itu dibayarkan pada bulan Februari sekaligus 3 bulan misalnya, itu hal-hal yang pasti tidak dia mau singgung. Nah lalu padahal kalau kita bicara 3 bulan itu jatuh temponya Maret, kalau kita bilang rapel, masa tiba-tiba di tengah (diberikan), nggak ada logikanya kecuali ada maksud tertentu," ujar dia.Lebih lanjut, Refly juga menyinggung soal import beras. Dia menilai import beras yang dilakukan pemerintah tidak membuat harga beras di pasaran menurun, tetapi justru melonjak.

"Lucunya setelah pemilu harga beras bukan turun, tapi malah naik, tertinggi dalam sejarah, artinya lucu kan? Kalau misalnya produksi kurang cuma 0,6 juta ton dari kebutuhan nasional, dan import 3 juta ton, kalau dibanjirkan di pasar semua kan harganya turun drastis harusnya kan, tetapi yang terjadi adalah harga naik, berarti tidak hanya sekadar digunakan untuk intervensi pasar, tapi digunakan untuk tujuan lain, dan tidak ada yang lain kecuali pemenangan. Bagi-bagi sembako yang kemudian justru setelah sembako dibagi-bagi, harga sembako, harga beras tetap naik. Jadi ada hal-hal seperti itu," jelasnya.

Lebih jauh, Refly menduga persoalan bansos hingga beras ini memang dilakukan pemerintah secara legal sesuai prosedur. Namun demikian, dia menganggap maksud di balik pemberian ini untuk keuntungan elektoral."Saya ingin katakan bahwa bisa jadi semua itu diputus dengan prosedur yang tampaknya legal, tapi tetap punya maksud untuk keuntungan elektoral, dan kita tidak bicara mengenai berapa efektivitasnya, ngapain mengukur efektivitas? Bagi kita bahwa pemilu ini sudah berlangsung secara curang dan itu digerakkan oleh struktur kekuasaan.(Net/Hen)


Berita Lainnya...

Tulis Komentar