Soal Pemecatan Polisi Gay di Jateng

Polri Diminta Evaluasi Rekrutmen

Gedung Mabes Polri. 

JAKATA--(KIBLATRIAU.COM)-- Indonesian Police Watch (IPW) mengapresiasi Polri yang memecat anggota kepolisian berinisial TT di Jawa Tengah karena orientasi seksual. IPW menilai langkah itu salah satu cara menjaga kewibawaan Polri. "Sebagai aparatur keamanan Polri memang harus menjaga wibawa organisasi maupun wibawa setiap personelnya agar tidak ada peluang berbagai pihak untuk melecehkannya," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane kepada wartawan, Jumat (17/5/2019).


Pane mengatakan, Polri sudah menyatakan perilaku orientasi seksual TT itu termasuk melanggar norma agama dan kesopanan serta melanggar Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Pane menilai langkah Polri itu sudah tepat."Keputusan Polri yang memberhentikan yang bersangkutan sudah tepat," sebut Pane.Belajar dari kasus tersebut, Pane menyebut sudah saatnya Polri menata ulang sistem rekrutmen calon anggota. Polri diminta memperketat rekrutmen. "Belajar dari kasus ini sudah saatnya Polri menata ulang sistem rekrutmennya agar tidak kebobolan lagi dan tidak meloloskan LGBT. Sistem rekrutmen harus ditata lagi dan diperketat. Seleksi psikologis diperkuat agar identifikasi terhadap LGBT bisa dideteksi dini," kata Pane.Sebelumnya diberitakan, TT dipecat Polda Jawa Tengah karena orientasi seksualnya yang menyukai sesama jenis, dalam hal ini gay. Terkait pemecatan TT, pengacara menyebut ada diskriminasi dari Polda Jateng.


"Pemeriksaan itu dilakukan tidak ada laporan tuduhan. Baru tanggal 16 Maret 2017 ada laporannya. Jadi diperiksa dulu baru ada laporannya, itu pun bukan laporan masyarakat," jelas Kuasa Hukum TT dari LBH Masyarakat, Maruf Bajammal saat dihubungi detikcom, Kamis (16/5). Selanjutnya, pada 18 Oktober 2017, TT dinyatakan melanggar Peraturan Polri tentang kode etik, yaitu Perkap No 14 Tahun 2011, dan hasilnya adalah pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Surat keputusan PTDH turun pada 27 Desember 2018.

Atas PTDH itu, TT melakukan upaya banding ke komisi banding tapi ditolak. Pria asal Blora itu pun masih melakukan upaya lain dengan menggugat Polda Jateng, dalam hal ini Kapolda. Gugatan dilakukan di PTUN Semarang pada 26 Maret 2019 dan masih berjalan hingga saat ini. Polri sendiri telah menegaskan perilaku gay termasuk melanggar norma agama dan kesopanan serta melanggar Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan seorang anggota Polri wajib mematuhi dan taat pada UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

Aturan tersebut memang tidak memuat aturan khusus soal gay. Namun Polri menilai perilaku gay bertentangan dengan norma agama dan kesopanan. "Pada norma agama dan kesopanan jelas bahwa LGBT masih menjadi hal yang tabu oleh agama dan tidak diakui secara yuridis oleh negara, sehingga dari hal tersebut tersirat bahwasanya anggota Polri tidak boleh LGBT dan memiliki kelainan atau disorientasi seksual," tegas Dedi di kantornya, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (17/5).    (Net/Hen)


Berita Lainnya...

Tulis Komentar