Tidak boleh ada Pelaksanaan Kurikulum berbeda 

KPAI Nilai Kemendikbud Tidak Tegas Soal Penetapan Kurikulum Darurat

Mendikbud Nadiem Makarim

JAKARTA--(KIBLATRIAU.COM)-- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) kurang tegas dalam menetapkan kurikulum darurat yang akan diberlakukan untuk masa pandemi Covid-19.''Kurikulum dalam situasi darurat ini harus digunakan seluruhsekolah, tetapi menjadi kurikulum alternatif,'' ujar Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti, Jumat (7/8/2020).Dia mengatakan, KPAI mengapresiasi upaya Kemdikbud untuk membuat kurikulum yang disederhanakan untuk situasi darurat Covid-19. Walaupun, belum jelas mengenaistandar isi dan standar penilaian dalam kurikulum darurat itu. Namun demikian, KPAI menyayangkan penetapan kurikulum tersebut karena dinilai kurang tegas. Retno mengungkapkan, kurikulum dalam situasi darurat itu seharusnya digunakan untuk seluruh sekolah, bukan sekadar menjadi kurikulum alternatif.

''Seharusnya tidak boleh ada pelaksanaan kurikulum berbeda dalam satu tahun ajaran baru karena akan membingungkan guru dan sekolah di lapangan. Seperti pernah terjadi pada saat Mendikbud Anies Baswedan, yaitu berlakunya dua kurikulum, kurikulum 2013 dengan kurikulum KTSP,'' tegasnya seperti dilansir dari Antara.Dia menerangkan, di tengah masa pandemi seperti saat ini, kurikulum yang diberlakukan seharusnya adalah kurikulum yang juga disesuaikan dengan situasi darurat di seluruh Indonesia. Sehingga meringankan guru, siswa dan orang tua. Oleh karena itu, KPAI menilai penetapan kurikulum darurat sebagai kurikulum alternatif merupakan bukti pemerintah masih kurang tegas dalam mengarahkan pembelajaran yang tepat untuk situasi darurat Covid-19.

Sementara itu, terkait dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diperbolehkan pemerintah untuk digunakan mengganti biaya kuota internet siswa kurang mampu agar bisa mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring, KPAI juga mengingatkan bahwa dana BOS hanya diterima sekolah setiap 4 bulan sekali.Adapun besaran dana tersebut, untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) sebesar Rp900 ribu tahun, SMP Rp1,1 juta per tahun, SMA Rp1,6 juta per tahun, dan SMK Rp1,7 juta per tahun.

Dana BOS, kata Retno, selama ini telah digunakan untuk memenuhi 8 standar pendidikan nasional. Oleh karena itu, jika dana BOS digunakan juga untuk membiayai kuota internet tentu menyulitkan dan membebani sekolah, karena sekolah harus bayar guru honor dan tenaga honor juga."Tidak ada pandemi saja dana BOS kurang. Apalagi ketika ada pandemi. Beberapa daerah memberikan juga BOSDA (BOS Daerah), tetapi tidak semua daerah karena sekolah juga harus menyiapkan infrastruktur kenormalan baru dengan dana BOS. Daftar belanja bertambah, tapi uang belanja tidak bertambah," tutupnya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Satuan pendidikan dalam kondisi khusus dapat menggunakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik."Kurikulum pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran
siswa,''ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim dalam keterangan tertulisnya, Jumat (7/8). Pelaksanaan kurikulum pada kondisi khusus bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk menentukan kurikulum yang sesuai dengankebutuhan pembelajaran peserta didik.

Satuan pendidikan pada kondisi khusus dalam pelaksanaan pembelajaran dapat 1) tetap mengacu pada Kurikulum Nasional; 2) menggunakan kurikulum darurat; atau 3) melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri."Semua jenjang pendidikan pada kondisi khusus dapat memilih dari tiga opsi kurikulum tersebut," terangnya. Kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) yang disiapkan oleh Kemendikbud merupakan penyederhanaan dari kurikulum nasional. Pada kurikulum tersebut dilakukan pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya. Kemendikbud juga menyediakan modul-modul pembelajaran untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD) yang diharapkan dapat membantu proses belajar dari rumah dengan mencakup uraian pembelajaran berbasis aktivitas untuk guru, orang tua, dan peserta didik.

"Dari opsi kurikulum yang dipilih, catatannya adalah siswa tidak dibebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan, dan pelaksanaan kurikulum berlaku sampai akhir tahun ajaran," tegasnya.Modul belajar PAUD dijalankan dengan prinsip 'Bermain adalah Belajar'. Proses pembelajaran terjadi saat anak bermain serta melakukan kegiatan sehari-hari. Sementara itu, untuk jenjang pendidikan SD modul belajar mencakup rencana pembelajaran yang mudah dilakukan secara mandiri oleh pendamping baik orang tua
maupun wali.

"Modul tersebut diharapkan akan mempermudah guru untuk memfasilitasi dan memantau pembelajaran siswa di rumah dan membantu orang tua dalam mendapatkan tips dan strategi dalam mendampingi anak belajar dari rumah,'' ungkap Nadiem.Untuk membantu siswa yang terdampak pandemi dan berpotensi tertinggal, dia mengimbau, guru perlu melakukan asesmen diagnostik. Asesmen dilakukan di semua kelas secara berkala untuk mendiagnosis kondisi kognitif dan non-kognitif siswa sebagai dampak pembelajaran jarak jauh.Asesmen non-kognitif ditujukan untuk mengukur aspek psikologis dan kondisi emosional siswa, seperti kesejahteraan psikologi dan sosial emosi siswa, kesenangan siswa selama belajar dari rumah, serta kondisi keluarga siswa.

Asesmen kognitif ditujukan untuk menguji kemampuan dan capaian pembelajaran siswa. Hasil asesmen digunakan sebagai dasar pemilihan strategi pembelajaran dan pemberian remedial atau pelajaran tambahan untuk peserta didik yang paling tertinggal.Pemerintah juga melakukan relaksasi peraturan untuk guru dalam mendukung kesuksesan pembelajaran di masa pandemi Covid-19. "Guru tidak lagi diharuskan untuk memenuhi beban kerja 24 jam tatap muka dalam satu minggu sehingga guru dapat fokus memberikan pelajaran interaktif kepada siswa tanpa perlu mengejar pemenuhan jam," jelas Nadiem. Dia berharap kerja sama semua pihak dapat terus dilakukan. Orang tua diharapkan dapat aktif berpartisipasi dalam kegiatan proses belajar mengajar di rumah, guru dapat terus meningkatkan kapasitas untuk melakukan pembelajaran interaktif, dan sekolah dapat memfasilitasi kegiatan belajar mengajar dengan metode yangpaling tepat.''Kerja sama secara menyeluruh dari semua pihak sangat diperlukan untuk menyukseskan pembelajaran di masa pandemi Covid-19,'' tuturnya.(Net/Hen)
 


Berita Lainnya...

Tulis Komentar