MENGENAL TOOLS GOOGLE UNTUK FILTER INFORMASI DAN H

Jangan Terpancing Berita Hoaks

Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi (tengah) berfoto bersama dengan pemateri seminar Mengenal Tools Google untuk Filter Informasi dan Hoaks di Era Disrupsi” di salah satu hotel di Pekanbaru, Selasa (15/10).

PEKANBARU--(KIBLATRIAU.COM)-- Maraknya penyebaran hoaks, berbagai menggaungkan agar masyarakat dapat secara kritis tidak menerima pesan begitu saja. Pesan-pesan yang masuk bertebaran di jejaring sosial diharapkan tidak menjadi patokan khusus kebenaran informasi. Sebab bisa saja itu hoaks, yang mana salah satunya judul bersifat provokatif. Hal itu terungkap dalam seminar “Mengenal Tools Google untuk Filter Informasi dan Hoaks di Era Disrupsi” di salah satu hotel di Pekanbaru, Selasa (15/10).

Menjadi pembicara Sekda Provinsi Riau Ahmad Syah Harrofie, Ketua Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho, Spesialis Dukungan Bisnis SKK Migas Muhammad Rochaddy dan CEO Riauonline.co.id Fakhrur Rodzi sekaligus sebagai tuan rumah. Seminar ini Acara ini dimoderatori Ketua AJI Pekanbaru Firman Agus. Dalam seminar itu terungkap, perkembangan smartphone dapat menjadi siapapun sebagai korban hoaks. Salah satunya masuk ke dalam grup keluarga. Maka dari itu, harus punya kemampuan dini untuk mendekteksi hoaks.

Peran dan tuntutan jurnalis pun selain mencari dan memburu berita namun mengecek kebenarannya. Media menjadi tempat untuk menjembatani cek dan ricek kebenaran suatu informasi. Sekdaprov Riau Ahmad Syahrofi mengatakan, keterbukaan informasi dan kemajuan teknologi belum diikuti oleh kemampuan birokrasi yang melayani. Oleh karena itu tuntutannya peningkatan birokrasi.

Kemudian terkait hoaks, katanya, di dalam hoaks siapapun orangnya diminta untuk mencermati laman maupun situs. “Masyarakat pun harus mencermati keaslian foto dan segera laporkan jika menerima berita hoaks. Karena semua itu ada tindak pidananya,” tegasnya.Sementara Ketua Mafindo Septiaji Eko Nugroho membahas ‘‘Jebakan Sosial Media’’. Artinya, masyarakat memang benar-benar dituntut untuk tidak percaya satu informasi ataupun berita yang berseliweran. “Untuk memastikan berita yang dibaca itu benar atau tidaknya bisa melihat di cekfakta.com dan turnbackhoax.id di situ ada petunjuknya,” terangnya.

Lebih lanjut, upaya melawan hoax bukan tentang waktu namun sudah ada fatwanya juga di MUI yang merupakan salah satu fitnah. Kemudian jika termakan hoaks menjadikan bodoh yang didapat sementara pembuat hoaks mendapat uang dengan klik. “Jadi dulu waktu saya diundang di Mata Najwa pada 2017 bersama dengan pembuat hoaks, mereka mengatakan hasil dari membuat konten hoaks sebanyak Rp400 juta hingga Rp500 juta. Pembuat hoaks itu berkelompok yang berjumlah empat orang. Maka dari itu, pastikan kebenaran jangan terpancing hoaks. Ia yang dapat uang, kita yang bodoh,” sebutnya.

Cerdas bermedia sosial dimulai dengan pengendalian diri dan cek sumber (utamakan dari media yang kredibel) serta percaya pendapat pakar bukan pendapat orang yang disukainya dan hati-hati dengan situs abal-abal. “Hoaks menganduh tiga unsur. Pertama, informasi yang menyesatkan. Kedua, tindakan yang disengaja dan ketiga, ketidakbenaran yang seolah-olah ditampilkan sebagai suatu kebenaran,” jelasnya.Kemudian, pihak dari SKK Migas, Muhammad Rochaddy membahas mengenai “Membatasi Berita Hoaks Terkait Industri Hulu Migas”. Dijelaskannya sejak berdiri pada 2004 membawahi Sumbagut (Aceh, Sumbar, Sumut, Riau dan Kepri) total 33 kontraktor, belum adanya hoaks namun hanya salah informasi.

“Bukan hoaks, namun kadang masyarakat hanya salah mengartikan saja. Untuk berita-berita tentang SKK Migas yaitu lingkungan, teknologi migas, hulu hilir, CSR, wilayah kerja, letting dan kerja sama serta publikasi,” sebutnya.Katanya, tantangan yang dihadapi mengenai isu lingkungan (pencemaran) UU Nomor 32/2009. “Jika sudah melebihi baku mutu baru namanya pencemaran. Kalau parameternya belum di ambang batas namanya bukan pencemaran,” tuturnya.Fakhrur Rodzi menuturkan di ulang tahunnya yang keempat, ini merupakan tahun kedua membahas hoaks. “Pertama, dengan kumparan dan kedua, dengan Mafindo atau masyarakat antifitnah Indonesia yang bergerak dicek dan ricek data,” sebutnya.(Net/Hen)


Berita Lainnya...

Tulis Komentar