Dana Digunakan untuk Operasional

Ada Cuan dari Kantong Darah

Ridwan Alkalam

Catatan Ridwan Alkalam, S.Pi

 

 

          PEKANBARU--(KIBLATRIAU.COM)-- Ada perasaan menggelitik saya setiap membaca flyer seruan 'Donor Darah' di berbagai media sosial (Medsos), mengajak kita sesama manusia berbuat kebaikan melalui aksi donor darah. Tidak ada yang  salah dalam narasi di atas, karena menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti Donor Darah adalah seseorang yang menyumbangkan darahnya untuk menolong orang lain yang memerlukan.Bercerita mengenai Donor Darah, tak terlepas dari  lembaga, Palang Merah Indonesia (PMI). PMI sebagai lembaga pengelola darah diakui secara internasional pada tahun 1950 dan disahkan keberadaannya secara nasional melalui Keppres No.25 tahun 1959 dan kemudian diperkuat dengan Keppres No.246  tahun 1963.

Sejak itu pula pengelolaan darah diatur melalui regulasi yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2014 tentang Unit Transfusi Darah (UTD), Bank Darah Rumah Sakit (BDRS), dan  Jejaring Pelayanan Transfusi Darah pada tanggal 17 Oktober 2014.UTD yang merupakan unit dibawah pengawasan PMI bertugas menyediakan sampai mendistribusikan darah ke BDRS ataupun ke Rumah Sakit. Kebijakan ini sudah jauh hari direncanakan  
oleh Ketua PMI H.M Jusuf Kalla.

Sejalan dengan didirikannya BPJS, Jusuf Kalla juga merencanakan ketersediaan darah untuk Pasien Rumah sakit dikelola oleh PMI.“Dengan beroperasinya Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) pada tahun 2014, kantong darah donor yang dipasok PMI  akan dibayar oleh BPJS. 'Karena biaya pengobatan pasien diganti oleh BPJS, demikian pula tentunya dengan biaya kantong darah tersebut,” ucap Jusuf Kalla, Ketua Umum PMI, Rabu (6/2/2013) lalu dalam sebuah media online.

Kalla juga menambahkan,  dengan pembayaran oleh BPJS itu, PMI masih memberikan subsidi. Harga yang ditetapkan PMI sebesar Rp250.000 per kantong pada saat itu. Dalam paparannya, Kalla menambahkan bahwa untuk kantong darah itu, istilah "harga" sebenarnya tidak terlalu  tepat. "Lebih baik, istilah yang digunakan adalah 'biaya pengganti,'" ucap mantan wakil presiden RI itu.

Bak dikejar Waktu, sampai akhirnya peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tersebut disahkan dan ditandatangani Nafsiah Mboi pada tanggal 17 Oktober 2014, tepat 3 hari sebelum  Menteri Kesehatan yang baru Nilla Moeloek dilantik menjadi  Penggantinya pada tanggal 20 Oktober 2014.

Sejak itu pula, seiring peningkatan kebutuhan darah oleh pasien di rumah sakit, imbauan 'Ayo Donor Darah' ini semakin menggema di seluruh kalangan masyarakat, masyarakat diminta untuk selalu donor darah  secara berkala. Berbagai cara dibuat untuk menarik masyarakat supaya mau memberikan darahnya kepada PMI. Kegiatan ini dibumbui dengan kata ‘Aksi Kemanusiaan’ dan kepedulian bersama.Tidak hanya itu, PMI juga menyasar perusahaan, instansi pemerintah, serta organisasi. Acara Demi acara dibuat supaya masyarakat mau menyumbangkan darahnya.

Dibalik Aksi Kemanusiaan tersebut, terdapat tujuan utama dari kegiatan tersebut, yaitu  untuk memenuhi stok darah di PMI. Luar biasa langkah kebijakan yang diambil untuk menyelamatkan nyawa manusia melalui aksi donor darah ini.  Untuk kelancaran operasional, UTD PMI terus didukung dengan anggaran yang berlimpah dari pemerintah  daerah. Sokongan buatan yang diberikan kepada UTD PMI berbentuk bantuan dana Hibah yang jumlahnya beragam setiap daerah, tergantung kebijakan masing masing kepala daerah mulai dari Rp500 juta, sampai puluhan miliar rupiah.

Dana hibah ini digunakan untuk operasional UTD, seperti honor anggota, kegiatan Donor Darah, pembelian Kantong darah dan sebagainya. Hibah dari pemerintah daerah ini diberikan secara berkelanjutan. Setiap tahun UTD PMI menerima kucuran dana  dari pemerintah.Dalam sebuah kutipan investigasi diperoleh Tim penulis, untuk UTD PMI Kota Pekanbaru yang terletak di Jalan Diponegoro IX No 15, Sekretaris PMI Kota Pekanbaru Andi mengungkapkan setiap bulannya UTD PMI Kota Pekanbaru  
memenuhi sekitar 5.000 stok darah yang didistribusikan kepada 9 rumah sakit yang ada di Kota Pekanbaru. Ia pun membenarkan adanya bantuan dana dari APBD, bahkan gedung dan perlengkapan Kantor PMI Kota Pekanbaru yang ditempati sekarang  merupakan bantuan dari Pemko Pekanbaru.

Sebagaimana kita ketahui pula, pendanaan PMI berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan, Pemerintah memberikan dukungan dana dari APBN maupun APBD.“Namun untuk tahun ini belum ada bantuan dari Pemko, kami memakai anggaran sendiri,” ucap Andi kepada Tim Investigasi.Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan No.HK/MENKES/31/1/2014 disebutkan bahwa pelaksanaan standar tarif  pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas tingkat lanjutan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan, ditegaskan bahwa tarif pelayanan darah maksimal Rp360 ribu per kantong.

Jika diakumulasikan dengan jumlah  pendistribusian darah pada UTD PMI Kota Pekanbaru saja, sebanyak 5.000 kantong darah perbulan, maka UTD PMI Kota Pekanbaru mendapat pemasukan sebesar Rp1,8 miliar perbulan atau Rp21,6 miliar per tahun untuk UTD PMI Kota Pekanbaru  saja. Sebuah nilai yang tidak kita sebut kecil tentunya bukan?. Dalam hal ini Andi mengibaratkan PMI adalah sebuah toko atau usaha yang jelas ada keuntungannya. "Ada keuntungannya, namun untuk keuangan, hal itu adalah merupakan urusan internal PMI,” kilahnya.

Dari uraian di atas, dapat kita amati selain begitu  besarnya perputaran uang/ transaksi, sementara PMI masih terus menerima kucuran dana hibah dari pihak lain. Menimbulkan pertanyaan bagi kita, seberapa besar uang yang bergulir di PMI Kota Pekanbaru?  Tentunya berada di atas Rp1,8 miliar perbulan  
atau di atas Rp21,6 miliar pertahun.  

Begitu sempurnanya usaha pengelolaan darah yang cukup terjamin dari sisi financial, juga masih terus menerima kucuran dana hibah dari pemerintah. Belum lagi seruan kepada pendonor dengan berbalut aksi kemanusiaan Donor Darah, semakin  memperkokoh posisi usaha Bisnis UTD, milik PMI ini, laris manis.Hal ini juga menimbulkan pertanyaan bagi penulis, "Masih pantaskah kucuran dana hibah erus digulirkan? Sedangkan pengelolaannya menjadi sebuah usaha bisnis, sementara darah yang  
didonorkan bersumber dari bagian tubuh manusia ciptaan Tuhan/ Allah SWT".  

Besarnya nilai transaksi biaya penggantian kantong darah ini terang-terangan dibantah Ketua PMI Kota Pekanbaru Abdul Jamal. Ia berkilah besarnya biaya penggantian kantong  darah diiringi besarnya biaya operasional yang dikeluarkan. Namun tanpa merilis transparan rincian biaya untuk satu kantong plastik darah, harga reagen darah, biaya operasional tenaga medis, vitamin, tenaga sekuriti dan lainnya, apakah mencapai  Rp360.000?.

Sebagai gambaran, penelusuran harga online, harga kantong Infus Darah Blood Bag Plastik Kemasan Minuman (satuan) Rp17.000, harga reagen darah sekali pakai kisaran Rp10.000. Jika pun ditambah biaya kolektif untuk ransum vitamin dan lainnya,  apakah mencapai Rp100.000 biaya perkantong darah ? Jika asumsi keuntungan setiap kantong darah Rp150.000 saja, lalu dikali 5.000 kantong setiap bulan, terdapat sekitar Rp750 juta perbulan dan tinggal kalikan saja jika satu tahun 12 bulan.

Alasan  tingginya biaya operasional sebagai tepisan Abdul Jamal terkait keuntungan harga satu kantong darah, yakni biaya PMR yang diselenggarakan di sekolah-sekolah, anggaran jika ada bencana, pelatihan dan lain sebagainya. Namun konfirmasi pada tiga  sekolah SMAN di Pekanbaru, mengaku tidak ada kegiatan PMR apalagi yang dibina PMI. Begitu pula biaya jika ada bencana alam, yang agnggarannya taktis di pemerintahan melalui BPBD juga ikut menjadi perhitungan PMI.

Belum selesai menghitung angka transaksi dari uang penggantian Kantong Darah dengan Rp360 ribu per kantong itu, "Bagaimana pula pengelolaan uang sebesar itu? Apakah sudah cukup transparan ? Dan siapakah yang mengaudit transaksi uang di UTD  
PMI tersebut? Hal ini perlu ketegasan, karena indikasi pada laporan pengawasan keuangan UTD, PMI selalu maju pasang badan dan mengganggap UTD adalah unit bisnis dari PMI.

Hal yang perlu diperhatikan lagi, selama ini PMI mengaku tidak ada  anggaran UTD, terbantahkan dengan adanya anggaran dari APBD murni untuk UTD PMI. Sebagai gambaran, anggaran RSUD AA tahun 2022 dalam kegiatan belanja kerjasama bank darah dan kantong darah PMI sebesar Rp15,5 miliar.Nilai nominal ini adalah masukan untuk UTD satu rumah sakit, tinggal kali berapa rumah sakit dan tambah kalkulasi setiap kabupaten kota.

Pertanyaan ini penulis lontarkan, karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2018 tentang Kepalangmerahan  pasal 31 ayat (1) dan (2) menyatakan, pengelolaan dana dan audit dilaksanakan secara transparan, tertib dan akuntabel sesuai dengan peraturan perundang-  undangan.Peran masyarakat diminta untuk mengawasi kinerja PMI, selaras dengan bunyi pasal 32  yaitu peran serta masyarakat dibutuhkan untuk membantu, mengawasi, memberi masukan dan memberi informasi tentang penyalahgunaan Kepalangmerahan. Tidak hanya itu, dalam hal pengawasan pemerintah diminta melakukan pembinaan dan mengawasi  terhadap kegiatan kegiatan pemerintahan.

Akhir telaah pemikiran ini, penulis pun bertanya dalam hati, "Apakah karena cukup besarnya perputaran uang di PMI, khususnya UTD PMI, sehingga posisi jabatan Ketua PMI merupakan sebuah jabatan strategis yang mesti mendapat restu Ketua PMI  Pusat?. Untuk itu, penulis dan juga kita semua berharap adanya transparansi pengelolaan uang di UTD PMI. Jangan berlindung di balik slogan aksi kemanusiaan, yang membuka celah ketidak jujuran?  Hal ini penulis beberkan karena sudah ada upaya aparat  penegak hukum di Kejari Polewali Mandar (Polman) Sulawesi Barat yang mendalami dugaan korupsi dana hibah UTD dan PMI di Polman, Maret 2023 lalu.Dan tak tertutup pemungkinan, itu pun bisa terjadi di PMI di mana saja, karena selama ini  bisnis  darah melalui UTD dinilai juga tidak transparan. ***
 


Berita Lainnya...

Tulis Komentar